Ibnu Jawab Kritikan Pembuatan Film Jendela Seribu Sungai

- Jumat, 18 November 2022 | 16:26 WIB
MAIN FILM: Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina dalam pengambilan salah satu adegan di fi lm Jendela Seribu Sungai pada Minggu (13/11) lalu. FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN
MAIN FILM: Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina dalam pengambilan salah satu adegan di fi lm Jendela Seribu Sungai pada Minggu (13/11) lalu. FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN

 Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina angkat bicara terkait penggarapan film Jendela Seribu Sungai. Ia mengatakan, dalam pembuatan film itu tak ada kontroversi, karena rencana pembuatan film tersebut sudah sangat lama.

Bahkan ketika peluncuran novel itu sendiri beberapa tahun lalu, menurutnya sudah sampai pada sebuah wacana. Apabila novel itu laris, maka alangkah baiknya diangkat ke layar lebar. 

Lantas bagaimana dengan anggaran sebesar Rp6,6 miliar yang digelontorkan untuk pembuatan film itu? Ibnu bilang anggaran yang digelontorkan bila dibandingkan dengan anggaran infrastruktur yang dikucurkan sangatlah jauh besarannya. “Bikin film itu jangan abal-abal, jangan ecek-ecek,” tekannya di Balai Kota kemarin (17/11) siang. “Untuk anggaran infrastruktur hampir Rp400 miliar.

Apalagi untuk pendidikan, kesehatan, hampir Rp600 miliar,” ingatnya. “Kalau dibandingkan dengan Rp6 miliar untuk membuat sebuah film, apalagi saat ini kan banyak daerah yang membuat film. Bisa ditanding berapa anggarannya,” lanjutnya.

Ibnu juga mengatakan bahwa pembuatan film ini sebagai bentuk keberpihakannya selaku Wali Kota Banjarmasin untuk para budayawan dan para pelaku ekonomi kreatif yang berkecimpung di sektor film, videografi, sinematografi. “Kemudian tidak ada salahnya keindahan kota, objek-objek wisata di Banjarmasin ini diangkat ke layar lebar,” tuturnya.

Ketika ada dirinya dalam adegan, lalu kemudian hendak dihilangkan pun tak masalah. “Kan itu paling tidak cuma 15 detik sampai 30 detik. Tapi karena kan di novelnya memang ada. Ceritanya kan dari Loksado ke Banjarmasin,” tekannya.

Ibnu membandingkan dengan Kepulauan Bangka Belitung yang awalnya tidak dikenal hingga kini dikenal dengan Negeri Laskar Pelangi. “Itu kan karena film. Meskipun kita tidak bisa menjamin bahwa akan sukses. Tapi, kita melakukan upaya lewat film itu, ya tidak ada salahnya,” ucapnya.

“Kemudian tanyakan saja kepada sutradaranya, apakah biaya Rp6 miliar ini untuk korupsi, atau tidak. Karena memang segitu biaya yang diperlukan,” tekannya. “Belum kalau film-film kolosal, ya bisa puluhan miliar,” tambahnya.

Ibnu mengingatkan bahwa saat ini, Kalsel khususnya sudah punya film Pangeran Antasari. Digarap Pemprov Kalsel dengan anggaran sekitar Rp3 miliar. “Tapi, memang tidak dikomersialkan. Kemudian, ada pula penggarapan film Syech Arsyad Al Banjari yang saat ini masih dalam proses pembuatan,” ucapnya. “Kenapa sepi-sepi saja tidak ada yang protes. Tapi ketika Banjarmasin yang membuat film, kenapa justru diprotes,” tanyanya. “Jadi saya kira seharusnya fair saja menilainya,” tambahnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa dalam waktu dekat DPRD Kota Banjarmasin akan memanggil pihak terkait (Disbudporapar Banjarmasin) untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP). “Ya silakan dijelaskan. Termasuk soal anggaran. Jadi kalau tidak tahu, ya bertanya. Karena dinas ini kalau tidak ditanyakan, mereka tidak akan menyampaikan,” ungkapnya.

Menurutnya, di dinas itu banyak anggaran yang harus disampaikan. “Oleh karena itu, kami menghargai hak anggaran. Ini juga sudah diketuk palu, dan anggarannya juga ada,” ucapnya.

Ibnu meminta jangan seperti Jembatan Terapung yang sempat disetop itu. “Jangan sampai fungsi dewan bukan kemudian mendukung program pemko,” cecarnya. “Silakan tugas fungsi pengawasan, tetapi kegiatan proyek harus tetap jalan,” tambahnya.

Ibnu menyebut novel Jendela Seribu Sungai sudah terjual sekitar 3.000 eksemplar. Ada harapan baru mengangkatnya ke layar lebar. “Kalau dibilang mengabaikan, saya sering bilang bahwa semua diayomi. Aspek budaya juga mendapatkan tempat. Tak ada yang ditinggalkan dalam hal membangun kota,” sebutnya.

Termasuk pekerja yang menggarap film itu. Ada 40 persen pekerja lokal yang dilibatkan. “Demikian pula dengan artis Jakarta yang didatangkan, siapa yang meragukan ke Banjar-annya. Jangan-jangan ada yang tidak tahu bahwa mereka berdarah Banjar,” tuntasnya.(war/gr/dye)

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

X