“Karena Mereka Adalah Kita” dari Film Tegar dan Realitanya di Banjarmasin

- Jumat, 6 Januari 2023 | 12:27 WIB
BERTEMU: Akbar (kanan) ketika mendengarkan curhat si Tegar. Film yang judulnya diambil dari nama tokoh utama itu menceritakan tentang mimpi seorang anak berkebutuhan khusus. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN
BERTEMU: Akbar (kanan) ketika mendengarkan curhat si Tegar. Film yang judulnya diambil dari nama tokoh utama itu menceritakan tentang mimpi seorang anak berkebutuhan khusus. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN

Dibuka dengan tangisan bayi, film berjudul Tegar menyadarkan kita semua. Disabilitas bukanlah mereka yang memiliki keterbatasan. Mereka hanya terlahir berbeda dari orang-orang kebanyakan.

– Penulis: WAHYU RAMADHAN

 

Film itu berdurasi lebih dari satu jam. Menceritakan tentang sosok Satria Tegar Kayana alias Tegar, diperankan oleh M Aldifi Tegarajasa. Seorang bocah berkebutuhan khusus yang menginginkan bisa berbaur seperti bocah kebanyakan. Ingin menjalin pertemanan, juga tentu saja sekolah. Demi meraih cita-cita.

Sayang dalam perjalanannya, hal itu tak serta merta bisa diraih oleh Tegar. Meskipun lahir dan hidup dari keluarga berada, Tegar hanya ‘dikurung’ di rumah oleh sang ibu yang diperankan oleh Sha Ine Febriyanti. Tak diperkenankan berinteraksi dengan siapapun.

Sang ibu tampak malu dengan kondisi anaknya itu. Tegar sejak lahir tidak punya lengan. Ia punya dua kaki, tapi salah satu kakinya juga tak tumbuh sempurna. 

Setiap hari, segala kebutuhan Tegar dipenuhi seorang pramuwisma (pembantu rumah tangga, red). Namanya Teh Isy. Diperankan oleh Juanita Chatarina.

Di rumah, Tegar hampir tak pernah berinteraksi dengan sang ibunda. Beruntung, ada sang kakek yang bertindak laiknya seorang teman, juga orang tua. Sosok kakek itu bernama Felix Jaban Kayana. Seorang pengusaha sukses. Diperankan aktor kondang, Deddy Mizwar.

Felix tak pernah sekalipun memandang cucunya itu sebagai penyandang disabilitas. Ia memperlakukan cucunya itu layaknya bocah pada umumnya. Tegar diajarinya membuat origami, berenang, bersepeda, melukis, dan lain sebagainya.

Ketika ada tamu bisnisnya yang datang ke rumahnya, Tegar juga digendongnya. Diperkenalkannya. Hingga sampai suatu ketika, saat usia Tegar menginjak 10 tahun, bocah itu meminta kado ulang tahun yang tak terduga. Ia bilang ingin sekolah. 

Diskusi perdebatan antara kakek dan ibunya Tegar pun mengemuka. Sang ibu mengatakan bahwa Tegar tak perlu pergi ke sekolah. Sang ibu khawatir, anaknya justru mendapat perlakuan buruk atau stigma di lingkungan sekolah. Jadi, cukup gurunya saja yang didatangkan ke rumah mereka.

Pemikiran itu lantas ditepis oleh Felix. Sang kakek bilang, apa yang dipikirkan anaknya itu sungguh keliru. Anak perempuannya itu dianggap hanya tak ingin menanggung malu melihat kondisi Tegar.

Sebaliknya, Felix menganggap bahwa ketika cucunya itu sekolah, membaur dengan anak-anak yang lain, justru sangat diperlukan Tegar untuk tumbuh kembangnya ke depan. “Kamu sama sekali tidak mengerti anakmu,” ujar Felix. “Kamu hanya justru mengedepankan kesempurnaan,” tegasnya, seraya meninggalkan ibunya Tegar. 

Malam hari, di kamar Tegar, sang kakek memberikan kue dan kado ulang tahun. Kado itu berisi seragam sekolah. Felix mengatakan besok pagi, Tegar akan berangkat sekolah. Itu tentu membuat Tegar bahagia. Malam semakin larut, keduanya terlelap. Sayang ketika pagi datang, sang kakek tidur selama-lamanya. Kini, Tegar merasa kian sendiri. Kakek yang mendukung penuh keinginannya tak ada lagi. Sang ibu justru sibuk dengan urusan bisnisnya. 

Urusan Tegar pun dititipkan ke pramuwisma. Sembari berpesan, agar Isy terus menjaga Tegar. Mengurus semua keperluannya. Tegar tentu tak diizinkan berinteraksi dengan orang lain. Bagaimanapun juga, Tegar punya kemauan keras. Saat Esy pulang kampung, Tegar memutuskan kabur dari rumah. Susah payah, ia berhasil sampai di perkotaan. Hingga akhirnya tak sengaja dipertemukan dengan Akbar. 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Banjarmasin Pulangkan 10 Orang Terlantar

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB
X