Adi kemudian menyitir Perda Nomor 26 Tahun 2014 tentang Perlindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Kesenian. Isi Pasal 18 dan 19, pemerintah berkewajiban mengadakan gedung dengan sarana yang standar untuk pertunjukan dan berkesenian. Pantauan Radar Banjarmasin Rabu (25/1), proses pembongkaran gedung DKD masih berlangsung. (jum/gr/fud)
Seniman di Bumi Saijaan sedang berduka. Gedung Dewan Kesenian Daerah (DKD) diratakan dengan tanah, disulap menjadi lahan parkir.
***
KOTABARU – Alasan Pemkab Kotabaru, lahan gedung itu hendak diubah menjadi area parkir. Guna menunjang objek wisata Siring Laut Kotabaru di Pulau Laut Sigam. Protes demi protes telah disampaikan, tetapi pemkab bergeming. “Kami masih menunggu hasil rapat dengar pendapat bersama DPRD untuk dicarikan solusi terbaiknya,” kata Sekretaris DKD Kotabaru, Roni, akhir pekan lalu.
Di tengah-tengah mereka, tampak pria tua bertongkat. “Apa yang terjadi hari ini, sangat kami sayangkan,” kata seniman senior Kotabaru itu kepada Radar Banjarmasin. Dia adalah Adi Sutomo, Ketua Majelis Pertimbangan Seniman Kotabaru. “Dibongkar sebelum rapat dengar pendapat. Padahal kami baru mau mencari kepastian dari eksekutif dan legislatif,” tambahnya. Siangnya, baru rapat di gedung dewan digelar. Dari pelukis, penari, hingga musikus berdatangan memenuhi rumah wakil rakyat itu.
Rapat dipimpin langsung Ketua DPRD Kotabaru, Syairi Mukhlis. Setelah menyimak semua keluhan seniman, Syairi menyarankan agar DKD untuk sementara waktu memakai gedung Islamic Center Kotabaru.
Usulan itu direspons Plt Dinas Pariwisata Pemuda dan Olahraga Kotabaru, Risa Ahyani. “Masukan ini akan saya sampaikan ke Pak Bupati. Soal pembongkaran, insya Allah, pemda akan membangunkan yang lebih layak. Nanti,” janji Risa.
Ketika Adi mendapat giliran bicara, air matanya tumpah. “Apapun usulannya kami terima. Tapi yang kami cari di sini adalah komitmen pemerintah,” ujarnya terisak. Adi mengingatkan pemkab tentang perjuangan pembangunan gedung DKD.Gedung ini mulai dibangun tahun 1995 pada zaman Bupati Bektam. Baru rampung tahun 2000 pada zaman Bupati Sjachrani Mataja.“Jangan asal bongkar. Harus ada kesepakatan dulu,” kecamnya.