Ada Fenomena Mengaku Miskin di Banjarmasin, 10.000 Jiwa Dicoret Per Bulan

- Jumat, 27 Januari 2023 | 11:02 WIB
FENOMENA SOSIAL: Gepeng yang mangkal di kawasan Jalan R Suprapto, Banjarmasin Tengah. Dinsos Banjarmasin mencatat ada sebanyak 10.000 jiwa yang mengaku-ngaku miskin. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN
FENOMENA SOSIAL: Gepeng yang mangkal di kawasan Jalan R Suprapto, Banjarmasin Tengah. Dinsos Banjarmasin mencatat ada sebanyak 10.000 jiwa yang mengaku-ngaku miskin. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN

Dinas Sosial Banjarmasin masygul. Pendataan warga miskin masih direcoki dengan adanya temuan data warga mampu yang mengaku-ngaku miskin atau menumpang miskin.

***

Jumlahnya cukup banyak. Dalam sekali musyawarah pendataan yang dilakukan di kecamatan atau kelurahan, dari usulan 200.000 calon penerima bantuan yang masuk ke dinas tersebut, sepuluh persen di antaranya atau sebanyak 20.000 jiwa diketahui warga mampu. Dalam setahun, Dinas Sosial (Dinsos) Banjarmasin menggelar setidaknya dua kali pendataan. Dinsos Banjarmasin gencar memverifikasi, hingga memvalidasi data.

Contoh konkret, dalam hasil pendataan warga kemiskinan ekstrem tiga bulan terakhir. Diketahui ada sebanyak 10.000 jiwa yang dikoreksi. Misalnya pada Oktober 2022, tercatat ada sebanyak 77.002 Kepala Keluarga (KK) atau 209.532 jiwa warga miskin. Koreksi dilakukan terhadap 10.534 jiwa.

Kemudian November 2022. Tercatat ada sebanyak 77.069 KK atau 209.763 jiwa warga miskin. Koreksi membali dilakukan terhadap 10.521 jiwa. Terakhir, Desember 2022 tercatat ada sebanyak 77.243 KK atau 210.400 jiwa warga miskin. Terjadi koreksi terhadap 10.520 jiwa.

“Datanya terus naik. Pandemi Covid-19 turut memengaruhi. Tapi setiap bulan, kami perbaharui datanya,” ujar Kepala Dinsos Banjarmasin, Dolly Syahbana di Balai Kota, kemarin (26/1) siang.

“Setiap bulan pula, kami temukan ada 10.000 jiwa yang memang tidak valid,” tekannya.

Bila sudah seperti itu, Dolly mengaku kasihan terhadap mereka yang sebenarnya berhak mendapatkan bantuan justru tersisih. Alias tidak terdata. “Akhirnya, banyak warga miskin yang tak dapat bantuan. Ini jadi fenomena yang ada di Banjarmasin,” tambahnya.

Diakui Dolly, untuk melakukan pendataan secara langsung, pihaknya masih kesulitan. Khususnya, apabila pendataan hanya mengandalkan petugas Dinsos. “Petugas kami terbatas. Tidak banyak. Ketua RT lebih berperan penting,” ujarnya.

Saat ini, Dolly mengaku sangat ingin mengubah pola pikir masyarakat terkait fenomena mengaku-ngaku miskin atau menumpang miskin tersebut. Ambil contoh, dengan meletakkan stiker dari rumah ke rumah warga miskin, atau betul-betul miskin. Supaya tak ada lagi warga yang berani mengaku-ngaku miskin. Namun, ketika hal itu dilakukan, ada saja warga yang protes. Bahkan, protes juga datang dari warga yang benar-benar miskin itu sendiri.

“Ditempel (stiker, red) tak bisa. Tidak ditempel malah salah. Padahal itu untuk mendata warga miskin,” tekannya. “Malah ada kejadian, saat hendak menempel stiker, justru diacungi parang,” ungkapnya.

Apa yang menjadi pemicu hingga warga justru nekat mengaku-mengaku miskin atau menumpang miskin? Dolly menyebut lantaran adanya bantuan yang disalurkan. “Dengan berstatus miskin, mereka bisa mendapatkan bantuan. Meskipun bantuan yang disalurkan hanya Rp100 hingga Rp200 ribu per kepala keluarga,” sebutnya.

Lantas apa upaya yang dilakukan pihaknya mengatasi hal tersebut? Dolly mengaku pihaknya tengah mendorong penggodokan raperda penanggulangan kemiskinan di Banjarmasin. Ia meyakini pencegahan warga yang mengaku-ngaku miskin dapat teratasi bila perda tersebut disahkan. Dalam perda akan memuat sanksi bagi warga yang mengaku-ngaku miskin. Bahkan juga memuat sanksi bagi pejabat, baik di tingkat RT maupun kelurahan yang memberikan rekomendasi. “Saat ini, aturan itu sudah masuk tahap finalisasi di DPRD Banjarmasin,” terangnya.

Fenomena mengaku-ngaku miskin atau menumpang miskin ini mendapat tanggapan dari Psikolog Kalsel, Shanty Komalasari M.Psi Psikolog. Wakil III Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) wilayah Kalsel itu bilang fenomena yang terjadi diakibatkan karena mental bersangkutan kurang matang alias lemah. Mereka melihat peluang dan merasa bisa meraih. Namun melupakan hal penting bahwa ada orang yang sebenarnya betul-betul membutuhkan.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Banjarmasin Pulangkan 10 Orang Terlantar

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB
X