Food Not Bombs. Gerakan sosial aktivis anti-nuklir yang dibentuk di Amerika, memengaruhi gerakan akar rumput yang menjamur di belahan dunia. Anak punk di Banjarbaru salah satunya.
Oleh: ZULQARNAIN, Banjarbaru
Sebelum Jumatan (10/3), Frenky dan empat kawannya menaiki mobil dari Mingguraya Banjarbaru. Penulis ikut berjejal.
Pertemuan ini sebetulnya tidak disengaja. Sewaktu di Mingguraya, ada seorang lelaki yang entah siapa namanya berkata di sebelah penulis, “Mereka solid. Setiap Jumat membagi makanan, sekalipun anak punk.”
Sebelum pukul 14.00 Wita, Banjarbaru masih panas. Setelahnya baru rintik kecil hujan. Tapi hanya sebentar.
Ada delapan plastik besar berisi makanan dan minuman. Dimasukkan ke dalam bagasi mobil. Setelah dipastikan tak ada yang tertinggal, roda mobil bergerak.
Siang itu, Frenky mengenakan jaket hitam berlengan panjang. Tato tampak di bagian kakinya. Kawannya yang lain juga sama-sama mengenakan baju hitam. Sebagain juga bertato. Hanya Eva istri Frenky yang mengenakan baju pink. Dibalut kerudung dengan warna senada.
Mereka berbekal baju salat. Ada yang membawa gamis, sajadah dan peci putih. Anak-anak punk ini melintasi Jalan Panglima Batur, menuju Masjid Nurul Kahroba, Loktabat Utara di Kota Banjarbaru. Rutinitas Jumat berbagi sudah setahun dilakoni.
Salat selesai. Mereka mengeluarkan plastik besar dari bagasi. Bersiap-siap. Ada 20 bungkusan makanan-minuman dari delapan plastik besar.
Jemaah menyambut bungkusan itu. Baik yang mengendarai mobil, motor, atau berjalan kaki. Tak sampai dua puluh menit, delapan plastik besar ludes. Tentu ada sedikit disisakan untuk berjaga-jaga. Jika di jalan ada yang membutuhkan.
Benar saja, sepulangnya dari masjid di persimpangan Jalan Karang Sawo dan Jalan Karang Anyar 1, mereka melihat ibu dan anak kecil yang membawa gerobak. Dua bungkus nasi pun diberikan.
Kata Frenky, gerakan ini terinspirasi Food Not Bombs (FNB). Gerakan sosial dari Amerika Serikat yang diinisiasi saat perang dingin. Aktivis anti-nuklir membentuk FNB tahun 1980 di Boston.
Melihat sejarahnya, saat itu banyak negara berlomba mengembangkan teknologi nuklir. Termasuk Amerika. Alih-alih ikut terlibat, gerakan politik akar rumput atau FNB ini lebih mementingkan masyarakat yang kelaparan di mana-mana. “Kami terinspirasi dari situ. Jadi dari rakyat untuk rakyat,” kata Frenky menjelaskan.
Frenky bukan ketua anak-anak punk ini. Tidak ada ketua atau hirarki semacamnya. “Semua gerakan kami rundingkan bersama-sama. Jadi tidak ada ketua.”
Jika ada yang bertanya dari mana mereka mendapatkan uang, Frenky mengatakan dari mengamen, sablon baju, atau donasi lain. Istilahnya “dana kolektif”.
Melihat dari tampilan mereka, Frenky mengakui celetukan penuh curiga pernah didapatkan. Jika seperti itu, mereka akan meyakinkan orang dengan menjelaskan tujuan dan bukti yang terdokumentasi di Instagram. “Pernah. Jadi kami jelaskan sambil menunjukan bukti aktivitas kami.”
Walau perbuatan mereka tak selalu baik. Namun, Frenky menegaskan bukan berati anak punk memanfaatkan gerakan-gerakan sosial ini. Pun, jika pada akhirnya tak juga dipercaya, mereka tak ambil pusing.
“Kami memang tidak selalu benar. Tapi gerakan yang kami jalani memang benar,” yakinnya.
Selain Jumat berbagi, ada agenda rutinan lain yang mereka lakukan. Namanya Food Not Bombs. Sesuai dengan nama gerakan inspirasi mereka. Agenda ini dua minggu sekali.
Bedanya, kalau Food Not Bombs ada tambahan selain makanan: pakaian gratis dan membaca gratis.
“Kalau pakaian, kami cari siapa yang mau kasih. Tapi pakaian yang bagus dan layak pakai,” katanya.
Kalau membaca gratis, masyarakat dipersilakan jika ingin membaca di tempat secara gratis. Bukunya dikumpulkan dari siapa saja yang ingin meminjamkan.
“Tapi bukunya tidak dibawa pulang,” ucapnya tertawa. Sewaktu terjadi bencana, mereka juga aktif menggalang dan menyalurkan donasi kepada warga yang terdampak. Setahun berjalan, suka-duka tentu ada.
Yang paling berkesan bagi mereka sewaktu berbagi ke warga terdampak. Seperti ke Bangkal Kecamatan Cempaka, atau ke Martapura yang direndam banjir kemarin. “Mereka berterima kasih, kami juga ikut terharu. Kami senang bisa berbagi dengan mereka. Walau kami juga bukan orang yang punya,” ingatnya lirih.
Motivasi gerakan ini sebenarnya sederhana. Anak punk ingin menunjukan mereka bisa berbagi. Dan tak ingin dipandang sebelah mata. Toh, katanya, sesama manusia sudah memang seharusnya saling membantu. “Inilah kami. Tidak ada yang dilebih-lebihkan. Tapi pandanglah kami seperti kalian,” kata Frenky menyeringai senyum. (yn/bin)