Tiga perempuan asal Kalimantan, nyaris dikirim ke Arab Saudi menjadi pekerja migran ilegal. Beruntung, pertolongan datang pada waktu yang tepat.
****
BANJARMASIN – Rabu (22/3) malam, Kapal Laut Dharma Rucitra 1 merapat ke Pelabuhan Trisakti, Banjarmasin. Kapal itu ditumpangi NA, AK, dan H. Ketiga perempuan itu dikawal petugas Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Jawa Timur.
Ketiganya adalah calon pekerja migran ilegal. Yang nyaris dikirimkan ke Arab Saudi menjadi pekerja sektor domestik. Mereka dicegat di Bandara Internasional Juanda Surabaya.
Di Trisakti, sudah menunggu BP3MI Kalsel dan Ditkrimum Polda Kalsel. Data yang diterima Radar Banjarmasin, NA, 22 tahun, berasal dari Kabupaten Banjar. Lalu AK, 38 tahun, asal Kabupaten Tapin. Sedangkan H, 29 tahun, asal Kabupaten Barito Selatan, Kalteng.
Kepada Radar Banjarmasin, ketiganya mengaku sudah berkeluarga. H mengaku memiliki empat anak, AK memiliki dua anak, dan NA memiliki satu anak. Mereka hendak bekerja di Arab Saudi. Dengan harapan menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang sah atau legal. Ketiganya tergoda oleh cerita dari mulut ke mulut, yang bermuara pada sosok bernama Hj Inah.
Konon, si hajjah pernah bekerja di Arab Saudi dan berpengalaman memberangkatkan PMI. NA, AK, dan H diiming-imingi gaji sebesar 1.200 riyal atau 4,7 juta rupiah per bulan. Pekerjaan yang ditawarkan adalah pembantu rumah tangga.
“Kami berkomunikasi lewat telepon. Habis itu dipinjami modal untuk berangkat ke Jakarta,” ungkap H. H menerima pinjaman sebesar Rp2 juta untuk ongkos pesawat dari Banjarmasin ke Jakarta. Sedangkan AK dan NA mendapat Rp1,5 juta.
Di sana, ketiganya diinapkan di sebuah hotel selama sehari. Lalu dibawa ke tempat penampungan yang berada di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.
“Di situ kami dikumpulkan dengan calon pekerja dari berbagai daerah. Kami berada di sana sekitar dua pekan,” kata H.
Kelamaan menunggu tanpa kabar kapan berangkat, ketiganya mulai curiga. “Kami merasa ada yang tidak beres. Di tempat penampungan kami, di mana-mana ada kamera pengawas,” tambahnya.
“Kamar kami juga dikunci. Untuk mengintip di jendela saja tidak bisa. Semua serba tertutup. Handphone kami juga disita,” timpal AK.
Celah itu muncul ketika ada pemeriksaan kesehatan di luar penampungan. Saat itu, mereka sempat mengirim pesan aduan ke BP3MI Kalsel.
Pesan itu direspons. Tetapi para calo sudah mengetahui. Mereka lantas buru-buru memindahkan para korban ke Surabaya. Bahkan, pada hari itu pula para korban bakal diberangkatkan dari Bandara Juanda.
“Kami diangkut dengan bus. Total di bus itu ada 20 orang,” hitung H.
Syukurlah, di bandara, tim gabungan bergerak cepat untuk menggagalkan keberangkatan mereka.
Pelaksana Tugas Kepala BP3MI Kalsel, Hard Frankly Merentek menceritakan, laporan itu mereka terima pada tanggal 19 Maret. Pesan WhatsApp itu dikirim seorang calon pekerja.
BP3MI Kalsel lalu berkoordinasi dengan BP3MI Jatim.
“Sebelumnya, kami telah menelusuri data ketiga calon PMI ini pada Sistem Komputerisasi Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (SiskoP2MI). Data ketiganya tidak ditemukan di sistem, sehingga terindikasi kuat perekrutan ketiganya menyalahi aturan,” jelas Frankly.
Bus itu tiba di Surabaya pada Senin (20/3) pagi. Sebelum keburu berangkat ke Arab Saudi, tim gabungan dari BP3MI Jatim, personel Pangkalan Udara TNI AL Juanda, Kantor Imigrasi, dan Aviation Security Bandara Juanda berhasil mencegat.
“Total ada 20 orang dari berbagai daerah,” sebut Frankly. “Bukti tiket keberangkatannya ada, rute Jakarta-Singapura-Arab Saudi,” tambahnya.
Besoknya, Selasa (21/3), semuanya dibawa ke Polda Jatim untuk diperiksa. Hingga mereka dipulangkan ke daerah asalnya.
“Kapok. Tidak mau lagi mengalami kejadian begini. Cukup sekali saja,” kata NA, AK dan H kompak.
Memburu Calo
BP3MI Kalsel bakal melaporkan kasus ini ke Polda Jatim dan Polda Kalsel.
Frankly berharap, calo yang merekrut calon pekerja migran ilegal di Kalsel dan Kalteng ini segera diringkus. “Mereka adalah musuh bersama kita,” tegasnya.
Perekrutan dan percobaan penempatan PMI sektor domestik ini terindikasi melanggar Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Khususnya Pasal 13, terkait persyaratan dokumen yang wajib dimiliki untuk dapat ditempatkan ke luar negeri.
Lalu, Pasal 69, bahwa individu atau perseorangan dilarang menempatkan melaksanakan penempatan PMI.
Lebih jauh, Frankly menilai calo itu diduga melanggar Keputusan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 260 Tahun 2015. Yakni, tentang penghentian dan pelarangan penempatan TKI di kawasan Timur Tengah.
Mengingat sejak 2015, pemerintah sudah memoratorium atau menangguhkan penempatan pekerja sektor domestik ke Timur Tengah.
Dia berharap, masyarakat lebih mawas. “Masyarakat jangan mudah tergiur dengan iming-iming calo,” pungkasnya.
Mengacu data, sepanjang 2015-2022, BP3MI Kalsel berhasil mencegah keberangkatan 260 calon pekerja migran ilegal. (war/gr/fud)