Kesimpulannya, jika potensinya sudah ada, tinggal bagaimana pemerintah dan masyarakat Kalsel menata dan menjual pariwisatanya.
Kalau Lombok bisa, kenapa kita tidak? (war/gr/fud)
NURBAITI Nasir hobi travelling. Tapi satu yang paling membuatnya terkesan, yakni ketika mengunjungi Pulau Lombok di Nusa Tenggara Barat. Saat menginjakkan kaki di pulau itu, mata Titi–sapaan akrabnya–dimanjakan oleh pemandangan alam yang menakjubkan.
“Saya jatuh hati pada pantainya. Khususnya Pantai Gili Trawangan. Bersih sekali,” ujarnya kemarin (24/3) kepada Radar Banjarmasin. Tidak hanya bersih dari sampah, tapi juga hampir bebas polusi. Kok bisa?
Setelah Titi mencari tahu, ia baru menyadari, masyarakat Lombok dilarang menaiki kendaraan bermotor berbahan bakar minyak. Hasilnya, bebas polusi asap dan kebisingan. Memenuhi hasrat wisatawan yang mencari lokasi yang tenang dan sunyi. Namun, itu saja tidak cukup. Masyarakatnya juga harus berwawasan hijau. Sadar lingkungan.
“Bahkan anak-anak di sana tahu betul bagaimana menjaga kebersihan,” ungkap Galuh Favorit Kalsel 2016 itu. “Mereka akan mengantongi sampahnya, lalu membuangnya ketika menemukan tempat sampah,” jelasnya. “Itu juga berlaku bagi orang dewasa. Sekadar untuk meludah, mereka mencari tempat atau bak sampah,” tekannya.
Titi pun bertanya-tanya, apakah Kalsel bisa meniru Lombok? Menurutnya, kedua daerah ini memiliki kesamaan. Pertama, Lombok punya wisata alam yang komplet. Dari pegunungan hingga pantai. Kalsel juga punya.
Kedua, karakter masyarakat yang mirip. Mayoritas penduduk Lombok menganut Islam. Terkenal religius. Di sana juga banyak masjid dan musala berdiri. “Bila Banjarmasin disebut Kota Seribu Sungai, maka Lombok punya julukan Pulau Seribu Masjid,” tandas Titi.
