MANAGED BY:
MINGGU
28 MEI
BANUA | HUKUM & PERISTIWA | BISNIS | RADAR MUDA | FEATURE | SPORT | RAGAM INFO | PROKALTORIAL | FEMALE

FEATURE

Sabtu, 25 Maret 2023 11:02
Jelajah Potensi Wisata Paminggir (bag 5)
Bukan Pakan, tapi Dugaan yang Tumbuh Subur
DI SAPALA: Kayu galah milik peternak menghalau kerbau rawa agar pulang kembali ke kandangnya. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN

Rumput segar ditumpuk di samping kerbau rawa dewasa, tapi didiamkan. Lalu, ada seekor anak kerbau terbaring di atas kandang. Melenguh menanti ajal.

Oleh: WAHYU RAMADHAN, Amuntai

PEMANDANGAN itu terekam dalam dua cuplikan video yang ditunjukkan Bendahara Pokdarwis Pesona Rawa Sapala, Firdaus. Dokumentasi itu diambil saat penyakit misterius menyerang kerbau rawa pada Desember 2021 dan Juli 2022 lalu. 

“Seperti itulah kondisi kerbau rawa yang sakit. Tak ada nafsu makan dan tak mau berdiri,” ujarnya, Rabu (15/3).

Bila sudah begitu, maka terpaksa disembelih. Dagingnya diserahkan ke pengumpul untuk dijual. “Jika kurus dan berat dagingnya sedikit, maka harganya jadi murah,” ujarnya.

Ketika berada di Desa Sapala, tak sekali dua penulis mendengar dugaan-dugaan penyebab wabah itu. Bahwa penyakit misterius itu dipicu eksplorasi seismik di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU).

Informasi yang beredar, HSU masuk dalam survei dan penelitian PT Pertamina. Survei mencakup Kecamatan Amuntai Selatan dan Utara, Banjang dan Haur Gading.

Guna mengetahui potensi kandungan gas dan minyak bumi, pada setiap titik, dibor sedalam 30 meter. Survei berlangsung April-Mei 2017 lalu.

Sekali lagi ini hanya dugaan. “Kami tidak punya bukti untuk sampai pada kesimpulan itu,” kata penyuluh pertanian dan peternakan di Desa Sapala, Rahmatullah.

“Sudah pula diambil sampel hingga uji laboratorium oleh instansi terkait. Tapi, hasilnya tak pernah kami ketahui,” imbuhnya.

Salah seorang peternak, Hamidan menyatakan, di daerah mereka juga pernah dibor.

Firdaus juga membenarkannya. Pengeboran berdekatan dengan kalang hadangan (kandang kerbau rawa) dan wilayah kaya pakan.

Beberapa bulan kemudian, wabah itu muncul. “Sekali lagi, kami tak bisa membuktikan keterkaitan atau kebetulan itu,” kata Firdaus.

Muncul kegelisahan di tengah peternak. Sebab kabarnya pengeboran akan digelar lagi pada tahun ini.

Firdaus menuturkan, beberapa warga pernah menentang pengeboran itu. Tetapi mereka tak bisa berbuat banyak. “Seingat saya, pernah ada sosialisasi seismik, bila saya tidak keliru pada 2020 lalu,” ungkapnya.

Intinya, mereka menuntut keterbukaan. Penjelasan. Termasuk uji lab untuk menyingkap wabah misterius itu.

“Karena kami hanya dikasih tahu tentang dugaan serangan cacing hati,” tutupnya.

Kemarin (23/3), menjelang waktu berbuka puasa di hari pertama Ramadan, Radar Banjarmasin mendapat penjelasan dari drh I Gusti Putu. Ia Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Veteriner di Dinas Pertanian HSU.

Lewat sambungan telepon, penulis menanyakan penyebab matinya ratusan ekor hadangan tersebut.

Dijelaskannya, dibanding kejadian 2017, jumlah ternak yang sakit pada 2021 dan 2022 lalu tak begitu signifikan. “Normal saja. Karena tahun kemarin kami ke sana untuk vaksinasi PMK. Tak ada laporan signifikan,” ujarnya.

Putu mengetahui masyarakat sempat menaruh kecurigaan. Mengait-ngaitkan pengeboran itu dengan kerbau rawa yang bertumbangan. Namun, menurutnya jarak waktunya cukup jauh. Hanya sebuah kebetulan. “Kami juga sudah mengambil sampel air rawa, dan hasilnya normal,” ujarnya.

Mundur ke 2017, dijelaskannya, kala itu ada semacam diare ganas yang menyerang. Bahkan sampai mengikis usus kerbau. Sampel hati dan usus telah diperiksa ke Laboratorium Kesehatan di Banjarbaru. “Kami juga ingin tahu penyebabnya,” tegasnya.

Uji lab hanya menunjukkan usus yang terkikis dan gosong. Tanpa penyebab spesifik.

“Kami melihat penyakit cacing hati lebih berperan. Ditambah diare ganas yang memperparah kondisi kerbau,” ungkapnya. “Cacing hati itu merembet ke organ lain. Bila sudah ke hati, memunculkan racun clostridium,” jelasnya.

Penjelasan lain adalah surra–penyakit yang bisa menyebabkan kerbau atau sapi menderita lemas, demam, dan pusing. “Itu yang saat ini kami jaga. Upayanya, mengadakan obat cacing hati dan surra. Namun, karena dana kami terbatas, bantuan hanya dibagikan per kelompok,” jelasnya.

Berikutnya, membantu peternak mengasuransikan kerbau rawa miliknya. Meskipun dalam kasus cacing hati tak bisa diklaim asuransi. Termasuk penyakit misterius itu.

“Premi asuransi dibayar per tahun, Rp40 ribu. Mestinya Rp200 ribu, tapi disubsidi pemerintah Rp160 ribu. Sayangnya, masih banyak yang tak mau ikut,” sesalnya. (Bersambung)

loading...

BACA JUGA

Rabu, 23 September 2015 09:58

Gudang SRG Kebanjiran Gabah

<p style="text-align: justify;"><strong>MARABAHAN</strong> &ndash; Memasuki…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers