MANAGED BY:
MINGGU
28 MEI
BANUA | HUKUM & PERISTIWA | BISNIS | RADAR MUDA | FEATURE | SPORT | RAGAM INFO | PROKALTORIAL | FEMALE

FEATURE

Senin, 27 Maret 2023 13:36
Jelajah Potensi Wisata Paminggir (Bagian 6) Meninggalkan Desa Penuh Harapan
MARI BERKUNJUNG: Keramahan warga Desa Sapala Kabupaten HSU siap menyambut kedatangan wisatawan. | FOTO: WAHYU RAMADHAN/RADAR BANJARMASIN

Jika serial tulisan ini membuat pembaca berminat berwisata ke Paminggir, syukurlah. Tapi akan lebih asyik jika Anda datang di musim kemarau.

Oleh: WAHYU RAMADHAN, Amuntai

“KITA bisa melihat ratusan hadangan (kerbau rawa) berkumpul di satu tempat. Mendatanginya cukup pakai perahu kecil,” ungkap warga Desa Sapala, Hamidan. Menyaksikan bekantan pun demikian. Di musim kemarau, kera hidung panjang itu berkumpul di jalanan desa atau di pinggir sungai. 

“Didekati, bekantan takkan kabur. Mimak (jinak) sekali,” ujar warga lainnya, Ating meyakinkan penulis.

Ating kemudian menyalakan mesin perahu. Membawa kami beranjak dari muara Jenamas, Kabupaten Barito Selatan, Kalteng. Yang berbatasan dengan Desa Sapala di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU).

Gerimis pada Kamis (16/3) siang itu, mengantar kami kembali menyusuri sungai. Melewati kalang-kalang yang tegak berdiri.

Sejauh mata memandang, terhampar panorama alam yang menyejukkan mata.

Ini hari terakhir perjalanan kami. Sebelum benar-benar meninggalkan desa, kami diajak menyantap makan siang di Posyandu Ikan Patin.

Lauknya, potongan kecil daging hadangan. Terus terang, ini pengalaman pertama penulis menikmati daging hadangan. Rasanya manis.

Dalam sebuah acara perpisahan yang sederhana, rombongan jurnalis berkumpul di markas Pokdarwis Pesona Rawa Sapala.

Sebagai juru bicara pokdarwis, Firdaus merasa senang bila mendapat masukan. Karena perjalanan dua hari itu merupakan uji coba ketika mereka mengantarkan wisatawan nanti.

Satu persatu memberikan masukan. Semuanya sepakat pada beberapa kesimpulan.

Bahwa pertama, warga perlu memikirkan sejumlah paket wisata, entah itu wisata sehari atau berhari-hari. Kemudian nominal yang mesti dibayar wisatawan.

Kedua, pokdarwis setempat juga mesti memikirkan tempat menginap. Mengingat di desa tersebut tak ada losmen atau hotel.

Solusi sementara, pokdarwis siap menyediakan tempat. “Dengan menginap di rumah warga. Ketika wisatawan datang, kami siap menyambutnya,” ungkap Firdaus.

Tentu rumah penduduk terpilih telah diseleksi. Harus memenuhi kriteria, seperti kemudahan mandi cuci kakus (MCK). 

Tak kalah penting, koordinasi yang rapi antara warga desa dengan motoris di Pelabuhan Danau Panggang–pintu masuk Kecamatan Paminggir.

Perihal keinginan warga desa untuk menghidupkan adu pacu kerbau rawa, ada masukan, agar jangan sekadar menjual tontonan lomba.

Mesti ditambah kearifan lokal. Misalnya tradisi kenduri di kalang hadangan (kandang kerbau rawa).

Kenduri itu biasanya digelar ketika nazar seseorang dikabulkan. “Kami membawa makanan ke kalang. Membaca doa selamat lalu makan bersama,” ungkap Hamidan.

Mengapa harus di kalang? Jawaban itu datang dari Firdaus. Ia bilang, kalang hadangan bukan sekadar ternak. Tapi juga investasi sekaligus kebanggaan masyarakat setempat.

“Orang dahulu menjadikan hadangan sebagai yang utama. Hadangan membantu menjawab segala keinginan masyarakat,” ujarnya.

“Untuk biaya berangkat haji dan menyekolahkan anak,” lanjutnya.

“Bahkan, sudah banyak sarjana yang dihasilkan dari usaha ternak ini,” timpal Rahmatullah.

Bakda zuhur, kami meninggalkan desa yang penuh harapan itu. Menyusuri luasnya rawa HSU, kembali ke Dermaga Danau Panggang.

Bila perjalanan kami menuju Desa Sapala cukup mulus, agak berbeda dengan kepulangan ini. Raba (tumpukan sampah bambu, batang kayu, dan gulma) menghambat laju kelotok yang kami tumpangi.

Perairan yang kami lintasi tak ubahnya seperti labirin. Kami harus berputar-putar hanya untuk menghindari raba. Lolos dari raba yang satu, berhadapan dengan raba yang lain.

Beruntung, sekitar pukul 16.30, kami akhirnya sampai di dermaga untuk bersiap pulang ke Banjarmasin.

Terpisah, Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono mengatakan, Paminggir menyimpan potensi luar biasa. Bukan hanya dari sisi ekonomi dan pariwisata, tapi juga ilmu pengetahuan.

“Sebuah laboratorium hidup,” ujarnya lewat sambungan telepon, Jumat (24/3) malam.

Sebab tidak semua provinsi di Indonesia mempunyai ekosistem rawa gambut yang cukup lengkap seperti Paminggir.

“Ada kerbau rawa dan sebagainya. Ini layak dikaji. Kami ingin mendorong pemerintah, bahwa kawasan itu tidak hanya layak dijadikan wisata hiburan, tapi juga wisata edukasi,” tambahnya.

Ya, Kisworo berharap potensi yang ada di kawasan tersebut bisa dikembangkan pula sebagai tempat riset atau penelitian. “Bukan hanya dianggap seperti lahan tidur, lalu diolah perkebunan sawit,” tegasnya.

Penelitian awal, bisa mengkaji gangguan raba. Ia penasaran, mengapa hambatan lalu lintas transportasi air itu tak pernah diatasi.

“Apakah karena–mohon maaf–tanaman yang berada di perairan itu mayoritas sawit?

Apakah raba itu bermigrasi sendiri atau justru muncul karena ada yang memicu? Saya pikir ini menarik dan perlu dikaji,” pungkas Cak Kis. (*)

 

 
 
 
 
 

 

 

loading...

BACA JUGA

Rabu, 23 September 2015 09:58

Gudang SRG Kebanjiran Gabah

<p style="text-align: justify;"><strong>MARABAHAN</strong> &ndash; Memasuki…

Sitemap
  • HOME
  • HOT NEWS
  • NEWS UPDATE
  • KOLOM
  • RAGAM INFO
  • INSPIRASI
  • FEATURE
  • OLAHRAGA
  • EKONOMI
Find Us
Copyright © 2016 PT Duta Prokal Multimedia | Terverifikasi Dewan Pers