Cerita Jasa Penukar Uang Musiman: Tak Mau Disebut Riba, Enggan Ladeni Satpol PP

- Rabu, 19 April 2023 | 11:55 WIB
USAHA MUSIMAN: Daus menawarkan uang kertas baru di tepi Jalan Lambung Mangkurat, depan gedung DPRD Kalsel, Senin (17/4). | FOTO: M OSCAR FRABY/RADAR BANJARMASIN
USAHA MUSIMAN: Daus menawarkan uang kertas baru di tepi Jalan Lambung Mangkurat, depan gedung DPRD Kalsel, Senin (17/4). | FOTO: M OSCAR FRABY/RADAR BANJARMASIN

SEJAK pertengahan Ramadan, jasa penukaran uang baru bermunculan di sepanjang Jalan Lambung Mangkurat, Banjarmasin Tengah.

Para penyedia jasa itu, bisa meraup untung jutaan rupiah dalam sehari. Senin (17/4), bergepok-gepok uang baru pecahan Rp2 ribu hingga Rp100 ribu memenuhi isi jok sepeda motor Daus, 53 tahun. 

Agar tidak kumal oleh debu jalan dan keringat, duit itu dibungkus plastik transparan. “Saya membawa sekitar Rp30 juta. Uang baru semua. Masih wangi, aroma kertas bank,” ujarnya menawarkan. Didera panas terik, tak menyurutkan semangat Daus untuk melambaikan uang baru tersebut ke setiap pengendara yang lewat. Daus selalu menantikan bulan Ramadan. Ia sudah melakoni jasa penukaran ini selama 10 tahun terakhir. 

“Dulu paling tiga sampai lima orang. Sekarang sudah banyak saingannya,” ujarnya terkekeh. Daus mengaku hanya bawahan, orang suruhan. Ia masih punya atasan, seorang pemilik modal. Maklum, usaha ini perlu modal yang tidak sedikit. 

“Saya ambil persenan dari uang yang laku,” beber warga Jalan Sutoyo S, Banjarmasin Barat itu. Di lapaknya, biaya untuk jasa penukaran uang lama ke baru itu bervariasi. Kalau yang ditukar ratusan ribu, ia meminta Rp25 ribu.

“Paling tinggi Rp50 ribu, kalau penukarannya sampai Rp5 juta ke atas,” sebutnya. Pada akhir 2022 lalu, Bank Indonesia (BI) menerbitkan rupiah cetakan baru. Ukurannya lebih kecil, lebih berwarna. Menurutnya, itu membuat bisnis ini tambah menggeliat.

Tak jauh dari tempat Daus mangkal, persis di seberang gedung DPRD Kalsel, banyak orang mengantre menukar uang baru di konter resmi BI. 

Kita tahu, BI tak menuntut biaya, alias gratis. Berbeda dengan Daus dan rekan-rekannya. Namun, Daus tetap percaya, tak semua orang punya kelonggaran waktu. “Apalagi antre sampai panas-panasan. Padahal lewat kami bisa lebih simpel dan cepat,” tukasnya.

Sebenarnya, bukan hanya tarifnya, sebagian warga enggan menggunakan jasa penukar uang lantaran khawatir dengan praktik riba. Mengacu fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Daus enggan disebut memakan riba. Sebab sebelum terjadi pertukaran, ada akad yang jelas. “Jumlah uangnya tidak saya kurangi. Saya toh hanya membantu warga agar tak ngantre berpanas-panasan,” tegasnya. Daus tak sendirian, ada belasan orang seperti dirinya di Jalan Lambung Mangkurat. 

Dikatakannya, pada H-3 lebaran, jumlah transaksinya akan semakin tinggi. Tahun lalu, pernah ia dalam sehari menghabiskan Rp40 juta. “Sebelumnya rata-rata hanya Rp10 juta sampai Rp15 juta dalam sehari,” bebernya.

Tentu tak selalu mulus, Daus dan rekan-rekannya menganggap Satpol PP sebagai “musuh bersama”. Menghadapi aparat penegak perda itu, Daus lebih memilih menjauh. 

“Begitu mobil patroli sudah terlihat dari kejauhan, tinggal nyalakan motor dan pergi,” tutupnya. (gr/fud)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Rem Blong, Truk Solar Hantam Dua Rumah Warga

Kamis, 28 Maret 2024 | 19:00 WIB

Masalah Pendidikan Jadi Sorotan Ombudsman

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:50 WIB

Gempa 3,3 Magnitudo Guncang Kotabaru

Kamis, 28 Maret 2024 | 15:58 WIB

Januari hingga Maret, 7 Kebakaran di Balangan

Selasa, 26 Maret 2024 | 15:35 WIB
X