Dasawarsa kedua abad ke-20, perkembangan ke arah modernisasi makin menggeliat. “Termasuk di Kota Banjarmasin hingga ke perdesaan di Hulu Sungai,” cerita sejarawan FKIP ULM, Mansyur.
Memasuki tahun 1900-an, beberapa produsen mobil dari Eropa dan Amerika mulai serius memasarkan produk-produknya di Hindia-Belanda. Pabrikan mobil raksasa seperti Benz, Daimler, Fiat, Ford, dan Chevrolet sukses menembus pasar Hindia-Belanda. “Mereka bersaing berebut konsumennya di tengah masyarakat,” tukasnya.
Perkembangan pasar jual-beli mobil pun semakin menggeliat setelah berdirinya perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam jasa importir mobil. Salah satu yang terkenal adalah R.S Stokvis & Zonen Ltd.
Melalui jasa importir, proses pembelian mobil semakin mudah. Sejak saat itu, masyarakat pribumi di Hindia-Belanda mulai banyak yang memiliki mobil pribadi. Orang pribumi pertama yang memiliki mobil adalah Pakubuwono X. Pimpinan Kesunanan Surakarta ini membeli mobil bermerk Benz pada 1894.
Pangeran Abdul Majid adalah seorang saudagar kaya. Membuka perkebunan karet di daerah yang dinamakan Pulau Gagah Lurus, atau sekarang disebut wilayah Bincau, Martapura.
Mobil milik Pangeran Abdul Majid ini bermerek Ford. Dibeli sekitar tahun 1926. “Pada era itu, produsen kendaraan bermotor di Hindia-Belanda yang dipasarkan ke Borneo di antaranya adalah pabrikan Ford-Ford Motor Company of Malaya Limited,” terang Ketua Lembaga Kajian Sejarah Sosial dan Budaya (LKS2B) Kalimantan itu.
Mengakibatkan mereka diberi julukan his master’s voice yang artinya suara majikan. Kehidupan mereka jauh berbeda dengan petani yang cuma memiliki transportasi tradisional.
Semenjak saat itu, mobil menjadi simbol modernisasi di tengah masyarakat Banjar. Mobil-mobil yang mulai berseliweran di jalan raya juga menunjukkan tingginya status sosial seseorang. Pasalnya hanya orang-orang tertentu saja yang sanggup membelinya. Rakyat jelata hanya bisa menikmati lalu-lalang mobil yang dikendarai oleh orang-orang Eropa dan kalangan bangsawan pribumi saja.
Mereka pun mulai terbiasa dengan kebisingan suara klakson yang sengaja dibunyikan oleh para pengendara mobil. Tidak hanya untuk menyingkirkan para pejalan kaki ke pinggir jalan. “Saat itu membunyikan klakson juga dipercaya menjadi simbol kekuasaan dari si pemilik mobil,” tutupnya. (mof/az/dye)