Merampok bank dengan menodongkan senjata itu cara kuno. Begitu pula membobol brankas bank. Kini, uang nasabah bisa dikuras dari jarak jauh. Bermodalkan gadget atau komputer.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional IX Kalimantan, Darmansyah menjelaskan kejahatan perbankan sudah semakin canggih. Pihaknya terus mendorong sosialisasi kepada masyarakat agar berhati-hati saat menerima tawaran apapun yang dikirim baik lewat email, SMS, atau WhatshAap.
“Sekarang mereka tidak hanya melakukan kejahatan di ATM. Tapi, juga bisa membobol data lewat handphone pribadi,” ungkapnya.
Darmansyah menyampaikan hal itu untuk merespons soal dugaan pembobolan rekening milik seorang pengusaha asal Martapura, Kabupaten Banjar, Haji Muhammad. Meski ia sendiri belum menerima laporan atau informasi tentang raibnya dana nasabah sebesar Rp1,5 miliar di rekening BRI. “Hingga kini kami masih belum menerima laporan atau informasi tersebut. Tapi, nanti akan kami cari,” ucapnya.
Darmansyah lebih jauh membeberkan kecanggihan kejahatan perbankan itu. Misalnya pelaku mengirim apk melalui aplikasi WhatsApp dan lain-lain. “Dalam sesi sosialisasi, (modus, red) ini selalu kami sampaikan kepada masyarakat,” katanya.
Menurutnya, jika hal tersebut terjadi maka industri jasa keuangan tidak bisa mengganti kerugian yang dialami nasabah bersangkutan. “Sama halnya jika saya mengasih pin kepada seseorang. Ini jika terjadi sesuatu, maka industri jasa keuangan tak bisa mengganti,” jelasnya. “Artinya si penjahat mengambil data nasabah dari nasabah itu sendiri,” sambungnya.
Darmansyah mengingatkan kepada masyarakat agar berhati-hati dalam menjaga data pribadinya. “Jaga data individu. Jangan pernah memberikan data-data kepada siapapun, termasuk keluarga sendiri,” pesannya.
Pengamat ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis ULM, Arief Budiman meminta agar nasabah lebih sadar akan pesatnya teknologi yang bisa dimanfaatkan para pelaku tindak kriminal. “Kasus ini sudah sering kita dengar. Sayangnya ada saja korbannya. Itu artinya masih banyak yang kurang aware terhadap digitalisasi,” ujar Arief.
Belum lagi, mudahnya masyarakat percaya dengan iming-iming yang belum jelas kebenarannya. Perihal tautan atau link yang kerap masuk ke pesan pribadi, nasabah mesti menyaring dan tak perlu gegabah membuka. “Ini kan lagi marak. Masyarakat harus melek ini,” ingatnya.
Menurutnya, literasi cyber crime perlu dilakukan secara masif. “Kadang ada yang dengan mudah memberikan informasi dan data pribadi. Padahal bisa dimanfaatkan untuk tindak kriminal,” tambahnya.
Bagi perbankan, Arief menekankan kasus ini harus menjadi perhatian serius. Tak hanya memberi edukasi kepada masyakarat, bank juga harus memperkuat pengamanan IT mereka. “Selain mengedukasi, tugas mereka yang paling utama dan sangat penting adalah keamanan,” cetusnya.
Seperti diberitakan harian ini sebelumnya, Haji Muhammad kaget bukan kepalang. Uang tabungan pribadinya terkuras dengan nominal yang besar. Lebih tepatnya Rp1.576.482.000.
Ia baru mengetahui kejanggalan pada tabungannya ketika hendak melakukan transfer menggunakan aplikasi perbankannya pada Minggu (3/9) pukul 23.00 Wita. Ternyata proses transaksinya ditolak, dengan notifikasi batas limit transaksi per hari sudah habis.
Padahal, ia tak melakukan transaksi apapun pada hari itu. Sebelumnya juga tak ada notifikasi transaksi yang masuk ke SMS banking maupun emailnya.
Muhammad langsung melihat riwayat transaksi pada aplikasi perbankannya. Ada 24 transaksi tak dikenal. Mengirim uang ke rekening yang tak jelas. Paling besar transaksi senilai Rp200 juta sebanyak tiga kali. Ada yang Rp100 juta, Rp50 juta, dan paling kecil Rp1 juta.
Ia semakin heran karena limit transaksi per hari sebenarnya hanya Rp500 juta. Tapi, dalam tempo 5 jam terkuras hingga Rp1,5 miliar. Kasus ini sudah dilaporkan ke Ditreskrimsus Polda Kalsel, dan masih belum terungkap pelaku maupun aliran dananya.(sya/mof/gr/dye)