Dari Tanah Abang di Jakarta sampai Pasar Sudimampir di Banjarmasin, pedagang kewalahan menghadapi TikTok Shop si raja banting harga.
****
BANJARMASIN – Sejumlah pedagang Pasar Tanah Abang di Jakarta protes. Memajang poster tuntutan kepada pemerintah untuk menutup TikTok Shop.
Mereka bahkan mengadu kepada Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki pada Selasa (19/9) lalu. Kegelisahan serupa juga dirasakan pedagang Pasar Sudimampir, Banjarmasin Tengah. Meski tak sefrontal Tanah Abang, nada protes itu terdengar jelas. Lewat keluhan-keluhan kecil saat tawar menawar dengan pembeli. “Harga barang dagangan kami sering dibanding-bandingkan dengan harga TikTok,” kata Amel, karyawan Toko HRS.
TikTok Shop hadir di Indonesia sejak April 2021. Tren bisnisnya semakin baik, 2023 makin gemilang. Memanjakan konsumen dengan potongan harga besar dan gratis ongkos kirim. Tren terbaru adalah penjualan live streaming. Terobosan marketing itu dinilai jitu.
Amel tak masalah dengan perkembangan teknologi informasi. Yang ia soal adalah persaingan harga yang tidak sehat. “Harganya jomplang sekali,” keluhnya. Menurutnya, TikTok Shop mengancam keberadaan toko konvensional. “Tanah Abang yang di Jakarta Pusat saja mengeluh, apalagi pasar-pasar di daerah,” ujarnya.
Ditegaskannya, omzetnya menurun sejak infiltrasi TikTok Shop. Belanja live dinilai lebih seksi, ketimbang naik motor berkeringat ke pasar. “Lama-lama bakal menghancurkan pasar, banyak yang mengeluh semoga live ditiadakan,” ungkapnya. Senada dengan Linda, karyawan Toko Alban Busana. “Tren TikTok Shop ini membuat saya merasa kasihan dengan pedagang langsung (offline),” ujarnya.
Isu penutupan sejumlah lapak di Tanah Abang juga membuatnya cemas. Ia berharap Sudimampir takkan bernasib sama. “Jujur, saya khawatir juga,” ujarnya.
Tetapi Linda tak sampai hati menuntut TikTok Shop ditutup. Di situ ladangnya pedagang yang tak memiliki toko untuk mengais rejeki. “Paling tidak patokan harganya diatur,” harapnya.
Senada dengan Rusda, pemilik Toko SFN. Ia berharap pedagang di TikTok Shop tak semena-mena memasang harga. “Kalau perlu kenakan pajak lebih besar,” celotehnya.
Sejak marketplace marak, Rusda merasa jumlah pelanggannya terus berkurang. “Sekarang tersisa yang membeli dengan berutang, sementara yang terbiasa bayar kontan sudah bukahan (kabur),” pungkasnya.
Tak hanya pakaian, TikTok Shop juga kerap menjajakan makanan-makanan ringan yang sedang digandrungi. Salah satunya snack basreng (bakso goreng) khas Bandung.
Pantauan Radar Banjarmasin dalam live Kamis (21/9), produk itu dijual dengan harga hanya Rp35 ribu per kilogram. Sementara di Banjarmasin produk serupa dijual Rp80 ribu. Selisihnya sebesar Rp45 ribu. Masih di Sudimampir, Lina dari Toko Kue Annisa mengaku heran. Bagaimana bisa mereka membanting harga sampai seperti itu.
“Mungkin mereka mengejar jumlah penjualan, bukan laba yang besar,” tebaknya. Menurutnya, cara seperti itu belum bisa diterapkan di tokonya. Di samping karena modal yang besar, karakter pembeli di toko konvensioal juga berbeda. “Barangkali pasar mereka berbeda, kami kan targetnya ibu-ibu,” ujarnya.
Lina hanya berharap pembeli bisa lebih teliti, sebab ada harga ada rupa. “Dan kami meyakini produk kami berkualitas,” tuntasnya.
DOSEN Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Arief Budiman merasa tuntutan untuk menutup TikTok Shop itu tidak realistis. Lebih produktif bila pedagang dari Tanah Abang sampai Sudimampir belajar untuk beradaptasi. Alih-alih menantang arus zaman.
Dan pemda punya tanggung jawab untuk membantu pedagang agar bisa bertahan di era digital marketing ini. “Pemerintah harus memberikan pelatihan-pelatihan yang bisa membuat pedagang survive. Misalnya, pemahaman tentang algoritma dalam bersosial media,” jelasnya kepada Radar Banjarmasin, Kamis (21/9). Tanpa memahami algoritma, pedagang hanya sedang menuju “bunuh diri ekonomi”.
Arief meminta para pedagang konvesional untuk memahami bahwa perilaku konsumen telah berubah. Konsumen kini gemar berbelanja online karena kemudahannya. “Pedagang harus menyadari itu. Maka pedagang harus siap dengan strategi yang lebih canggih lagi. Mengikuti perkembangan zaman,” tegasnya. “Kalau tidak, ya toko mereka bisa saja tutup untuk selama-lamanya,” sambungnya.
“Jadi suara-suara untuk melarang atau menutup TikTok Shop itu tidak bisa. Negara-negara besar memakainya. Ini evolusi medsos menjadi e-commerce,” tambahnya. Dan e-commerce sebenarnya menawarkan banyak peluang baru untuk pedagang konvesional.
“Pedagang juga harus berjuang dan melek teknologi. Karena konsumennya sudah berubah. Mereka harus siap,” pungkas Arief. Pro kontra ini berawal ketika pemerintah mewacanakan melarang TikTok Shop beroperasi di Indonesia, sepekan yang lewat.
Platform medsos asal Tiongkok itu dituding mematikan banyak pasar konvesional. Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menyebut TikTok telah melakukan monopoli. Ia merasa Indonesia semestinya meniru Amerika Serikat dan India yang melarang Tiktok menjalankan bisnis medsos dan e-commerce sekaligus.
Senada dengan Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan. Ia mengaku menerima banyak keluhan dari kalangan UMKM.
UMKM kewalahan bersaing dengan TikTok Shop yang memasarkan produk murah meriah, komplet dengan diskon dan promo seperti voucher.
KEPALA Dinas Perdagangan dan Perindustrian Banjarmasin, Ichrom M Tezar membenarkan sebagian toko di Pasar Sudimampir sudah ditutup. Namun, belum ada pendataan dan penelitian, apakah mereka tutup akibat gencarnya TikTok Shop dan marketplace lainnya. “Atau malah justru ada faktor lain. Misalnya kemungkinan mereka cuma berpindah tempat berdagang saja,” ujarnya (22/9).
Namun, Tezar sangsi dampak e-commerce memang seburuk itu. Bahkan, bisa mengakibatkan pasar-pasar besar di Banjarmasin menjadi sepi. “Pasar-pasar di sini masih dikunjungi pembeli,” klaimnya. Sudimampir Raya terdiri dari beberapa blok pasar. Seperti Pasar Sudimampir Baru, Pasar Besar, Ujung Murung, Amandit, dan Atom Kilat.
Pendataan Disperdagin tiga tahun lalu, kurang lebih ada seribu toko di pusat perbelanjaan di Banjarmasin Tengah ini. Kala itu, toko yang ditinggalkan kosong berjumlah sekitar 5 sampai 10 persen. Tezar menegaskan, meski terlihat tutup, sebenarnya sebagian dari toko-toko yang ditutup itu beralihfungsi menjadi gudang barang.
Contoh lantai tiga Pasar Sudimampir Baru. Dari luar tampak tutup, padahal masih digunakan pedagang sebagai gudang. “Kami mengimbau pedagang. Kalau bisa hal seperti ini dihindari. Karena masyarakat akan mengira pasarnya sepi dan tokonya sudah tutup,” ujarnya. “Pemko Banjarmasin juga punya perda terkait pergudangan. Kalau memang dijadikan gudang untuk meletakkan barang, silakan saja. Tapi tolong tokonya dibuka,” harapnya.
Dalam waktu dekat, Tezar berjanji akan ada pendataan ulang. Baik jumlah toko yang masih berjualan maupun jumlah pengunjungnya. “Kami juga berharap agar kawan-kawan pedagang bisa mengedepankan keramahan dalam melayani calon pembeli.” “Karena salah satu faktor pengunjung mau datang ke pasar adalah keramahan dan adanya kepastian harga,” sambungnya.
Bila memang cerita suram itu benar, pasar kian lengang, bagi Tezar ini cuma persoalan promosi yang harus lebih gencar. Menurutnya, pasar tradisional, ritel modern, atau marketplace punya pangsa pasarnya masing-masing. “Hemat kami, pasar-pasar di Banjarmasin masih cukup ramai. Walaupun tingkat kunjungannya berkurang,” pungkasnya. (tia/war/az/fud)