Kualitas udara di Kota Banjarbaru sempat menduduki posisi yang terburuk se-Indonesia. Hal itu diungkapkan Koordinator Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sekaligus Kepala Stasiun Klimatologi (Staklim) Kalimantan Selatan, Goeroeh Tjiptanto pada Rapat Koordinasi (Rakor) Penanganan Karhutla di Kota Banjarbaru Kamis (21/9) tadi.
Bukan tanpa alasan hal itu diungkapkannya. Prakirawan BMKG Kalsel, Arif Rahman juga membeberkan kondisi tersebut terjadi pada 14 September lalu.
Berdasarkan monitoring parameter PM 2.5 yang pihaknya lakukan, konsentrasi tertinggi di wilayah Kota Banjarbaru mencapai kategori berbahaya pada tanggal tersebut. “Masuk kategori berbahaya tanggal 14 September 2023 jam 06.00 WITA. Ini tertinggi jika dibandingkan monitoring parameter yang sama di seluruh stasiun pengamatan BMKG,” jelasnya ketika dikonfirmasi, Sabtu (23/9) siang.
Hasil monitoring partikulat halus berukuran 2.5 micron tersebut mencapai warna hitam, sehingga termasuk berbahaya. Stasiun Klimatologi Kalsel mencatat konsentrasi partikulat PM 2.5 di tanggal tersebut lebih dari 1.000 mikrogram per meter kubik.
Kondisi tersebut, kata Arif, untungnya hanya terjadi secara temporal. Cenderung membaik dalam beberapa hari ke belakang setelah adanya hujan yang mengguyur sebagian wilayah Kalsel. Saat ini kondisi kualitas udara di Ibu Kota Provinsi (IKP) Kalsel ini umumnya dalam kategori sedang.
“Namun, masih sering terjadi kondisi PM2.5 mencapai kategori tidak sehat hingga sangat tidak sehat secara temporal, khususnya pada dini hari hingga pagi hari,” ungkapnya.
Hal ini dikarenakan masih banyaknya karhutla di sekitar Banjarbaru, dan adanya peran dari pola diurnal atmosfer yang pada dini hari hingga pagi hari mengalami suhu yang relatif dingin, serta tekanan udara lebih tinggi.
“Yang menciptakan lapisan inversi atau batas di udara, membuat udara dan polusi udara terperangkap di dalamnya tertekan mendekati permukaan. Tentu akan meningkatkan konsentrasi polutan atau kabut asap pada periode tersebut,” ulasnya.
Kondisi kabut asap akan semakin membaik seiring dengan memanasnya permukaan bumi akibat penyinaran matahari yang membuat sirkulasi udara naik. Atau membuat kolom udara yang tadinya sempit, menjadi lebih besar, dan polutan dapat terdispersi, atau tersapu angin pada siang hari.
Jika dibandingkan dengan kondisi udara di Jakarta, Arif menyebutkan bahwa untuk konsentrasi pada jam 6 pagi tersebut dapat dikatakan merupakan konsentrasi per jam yang tertinggi se-Indonesia. “Ini perpaduan kondisi pola diurnal atmosfer, dan banyaknya kejadian hotspot yang aktif pada saat itu,” katanya.
“Namun secara umum, Jakarta dan beberapa lokasi yang sedang aktif karhutla seperti Sumsel dan Kalbar, secara umum konsentrasi selama 24 jam lebih tinggi dibandingkan Kalsel,” bandingnya.
Menurutnya, kondisi ini kemungkinan besar akan kembali terjadi mengingat masih berlangsungnya musim kemarau yang diperkirakan akan memasuki puncaknya di bulan September ini.
Kondisi anomali iklim El Nino dan IOD (Indian Ocean Dipole) positif yang masih berlangsung membuat kondisi kemarau di Kalsel tahun ini, diprediksi akan lebih panjang dari normalnya.
“BMKG memprediksi awal musim hujan akan mundur lebih lambat dari normalnya. Awal musim hujan diprediksi akan mulai pada awal November 2023,” ujarnya. Dengan kondisi ini, ia mengimbau agar masyarakat perlu tetap mewaspadai dengan potensi kabut asap, dan penurunan kualitas udara karena masih aktif karhutla yang terjadi pada musim kemarau.
Terutama pada dini hari hingga pagi hari yang biasanya mengalami penurunan kualitas udara terburuk. “Kami mengimbau agar penggunaan masker tetap digunakan, terutama pada saat jam-jam berangkat kerja dan berangkat sekolah,” sarannya.
Selain itu, Arif menambahkan perlunya tetap menjaga asupan makanan bergizi tinggi untuk membentengi diri dari kondisi udara yang kotor.
“Segera memeriksakan kondisi kesehatan ke pusat layanan kesehatan terdekat jika merasakan gangguan pada sistem pernapasan,” ingatnya. Kepada masyarakat rentan, terutama anak-anak, lansia dan orang-orang yang mempunyai masalah pada saluran pernapasan dan gangguan jantung, juga diimbau agar menghindari aktivitas di luar rumah. “Kondisi ini sangat riskan bagi mereka,” ingatnya.
Kondisi itu dibenarkan Kabid PHPL DLH Kota Banjarbaru, Shanty Eka Septiani. Ia mengakui bahwa memang saat itu kualitas udara Kota Banjarbaru sedang dalam kondisi buruk. “Tanggal itu (14 September, red) memang merah, dan indikatornya penuh,” ungkapnya.
Lantas, apa langkah yang diambil atas kondisi tersebut? Terkait hal itu, Shanty menyebutkan bahwa pihaknya sudah mengeluarkan peringatan bahwa kondisi udara Banjarbaru memang sudah tidak baik-baik saja.
“Semua imbauan sudah kami sampaikan melalui medsos DLH, untuk selalu berhati-hati melakukan ketika aktivitas di luar ruangan,” pungkasnya.(zkr/gr/dye)