Selain berakhir di meja makan sebagai sayuran, kelakai ternyata juga bisa menjadi obat herbal untuk mencegah anemia dan tengkes (stunting).
***
BANJARMASIN – Inovasi kelakai itu diusung Sekolah Kristen Kanaan Banjarmasin untuk mengikuti lomba Kihajar STEM 2023 yang digagas Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.
Kihajar STEM (Science, Technology, Engineering and Mathematics) merupakan wadah eksplorasi untuk siswa SD, SMP, dan SMA sederajat.
Tujuannya agar pelajar berpikir kritis, kreatif, dan mampu berkolaborasi dalam mengembangan projek berbasis STEM.
Sekolah yang berada di Kampung Gadang, Banjarmasin Tengah itu menurunkan empat tim tingkat SMP.
Lombanya bertahap. Dari tahap basic, intermediate, advance hingga final. Namun hanya satu tim yang lolos atau melaju ke tahap advance.
Tim mana yang berhak melaju ke final akan diumumkan pada pertengahan Oktober nanti.
Guru pembimbing tim Sekolah Kristen Kanaan, Andreas Febri Kris Kurniadi mengatakan, kelakai dipilih karena tanaman ini mudah dicari dan populer di tengah masyarakat Banjar.
Setelah diteliti, kelakai ternyata mengandung zat besi dan vitamin C yang tinggi. Cocok untuk mengatasi anemia hingga mencegah tengkes (stunting). “Kelakai pun kami pilih menjadi objek penelitian dan bahan yang dibawa untuk mengikuti lomba Kihajar STEM 2023,” ujarnya melalui sambungan telepon (25/9).
Selain penelitian internal, sekolah juga banyak berdiskusi dengan Puskesmas Gadang Hanyar. “Dari hasil konsultasi bersama dokter gizi, risiko stunting bisa lebih tinggi ketika saat remaja atau perempuan hamil itu kekurangan zat besi,” jelasnya. “Penelitian kami ini pas dengan isu nasional dan pemda yang sedang fokus mengatasi stunting,” tambahnya.
Bagaimana proses pengolahannya? Andreas memilih kelakai hijau. Daunnya dipilah, dicari yang bagus dan dicuci bersih. Lalu dikeringkan. “Setelah itu diblender. Lalu diayak hingga benar-benar halus. Serbuknya yang dijadikan kapsul,” ungkapnya.
Tentu saja, inovasi yang bagus juga menuntut uji coba yang kokoh. Diceritakannya, uji coba diikuti para relawan. Yakni anak perempuan berumur 10 tahun yang memiliki postur tubuh agak rendah. Selama sepekan, kapsul herbal itu dikonsumsi tiga kali sehari, dua jam sebelum makan.
“Ada peningkatan (tinggi badan) dari hari pertama sampai hari ketujuh. Tapi saya lupa berapa naiknya,” klaimnya. Diakuinya, ini baru sebatas untuk ikut lomba. Jika ingin diedarkan, maka harus melalui proses yang lebih panjang.“Untuk sampai ke sana harus ada penelitian khusus dan izin BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). Sampai akhirnya dipatenkan,” ujarnya.
“Memang ada arah ke sana. Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan Banjarmasin juga menyarankan agar jangan cuma sampai lomba,” imbuhnyanya. “Anak-anak di tim lomba juga menginginkan itu, agar inovasi ini bisa bermanfaat untuk masyarakat,” pungkas Andreas. Siswa anggota tim ini adalah Alfanno Husodo, Marvello Sunny Wijaya, dan Michael Frederick Sindunata.
Terpisah, Kepala Disdik Banjarmasin, Nuryadi sangat mengapresiasi inovasi siswa Sekolah Kristen Kanaan. “Ini sebuah kebanggaan, kami berharap juga bisa ditiru sekolah lainnya. Untuk terus berinovasi agar bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya. “Semoga lomba tingkat nasional itu bisa dimenangkan sehingga bisa mengharumkan nama Banjarmasin,” harapnya.
Ini bukan kali pertama Sekolah Kristen Kanaan mengikuti Kihajar STEM. Tahun 2022 lalu, sekolah ini bahkan keluar sebagai juara umum.
Berdasarkan catatan Radar Banjarmasin, kala itu mereka membuat krim yang berkhasiat menghilangkan jerawat. Krim itu dibuat dari eceng gondok.
Hasil riset dan penelitian siswa, daun enceng gondok mengandung antioksidan dan bersifat antiinflamasi (mengurangi peradangan). (war/az/fud)