BANJARMASIN - Country Director Indonesia Global Illuminator, Hendrati Dwi Mulyaningsih menyebut, publikasi internasional jurnal maupun penelitian dari perguruan tinggi di negeri ini masih rendah. Dibanding dengan Negara Malaysia, jumlah publikasi internasional penelitian perguruan tinggi di Indonesia jauh kalah bersaing.
Padahal menurut Dwi, jumlah perguruan tinggi di Indonesia lebih banyak dibandingkan dengan Malaysia. Dibeberkannya, dari 3000 lebih jumlah perguruan tinggi di Indonesia, baru sekitar 10 persen yang aktif dalam menerbitkan jurnal internasional.
Sedangkan perguruan tinggi di Malaysia, ungkapnya jurnal penelitian internasionalnya lebih banyak 10 persen daripada di Indonesia. “Dibandingkan Negara terdekat, Malaysia, kita jauh kalah bersaing,” ujar Dwi pada seminar internasional 3rd 'Emerging Trend in Academic Reaserch' bersama Universitas Lambung Mangkurat (ULM) di Banjarmasin, baru-baru tadi.
Dosen Telkom University ini menyebut, salah satu kendala adalah, komunikasi bahasa Inggris yang banyak tak dikuasai oleh dosen di negeri ini. “Semua publikasi internasional yang dikirim akan masuk pada database Google Scholar yang bisa dibaca semua orang. Ini juga berpengaruh dalam akreditasi universitas. Kalau tak ada publikasi nothing,” tuturnya.
Digelarnya seminar internasional 3rd 'Emerging Trend in Academic Reaserch' ini adalah untuk mendorong para dosen, agar aktif menerbitkan jurnal internasional. Rektor Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof Sutarto Hadi, mengakui masih banyak dosen di ULM yang belum menerbitkan jurnal internasional.
Sutarto membeberkan, dari 1000 lebih dosen di ULM, yang aktif menulis jurnal internasional baru sekitar 10 persen. Dia menambahkan, kebanyakan yang sudah membuat jurnal internasional, adalah dosen yang lulusan luar negeri. “Kalau dosen ULM masalah bahasa Inggris sebenarnya tidak masalah. Hampir semua dosen menguasai. Hanya masalah tidak biasa saja,” tukas guru besar Matematika itu.
Upaya mendorong ini, ULM sendiri memberi subsidi bagi dosen yang akan menerbitkan jurnal internasionalnya. Sutarto menyebut, untuk menerbitkan jurnal internasional biasanya mencapai 500 dolar Amerika. “Selain memberikan subsidi, bentuk nyata adaah menggelar seminar seperti ini, agar para dosen ULM lebih terbiasa,” tambahnya.
Dalam era persaingan kompetitif saat ini, dibutuhkan dikenal orang luar. Apalagi, bebernya ULM menuju World Class University. Di negeri ini sendiri hanya dua universitas yang sudah world class university, yakni ITB dan UI. “Ini salah satu yang ULM kejar, selain itu pula dengan digelarnya seminar internasional ini, jaringan pun bisa bertambah, dan yang pasti dikenal oleh dunia luar,” tandasnya. (mof/yn/ram)