"Kapan Melautnya Kalau Begini Pak?"

- Minggu, 24 Februari 2019 | 00:15 WIB

MENGANTRE di agen penyalur minyak dan solar (APMS) mulai akrab bagi nelayan Tarakan akhir-akhir ini. Entah penyebabnya? Bagi nelayan kuota bahan bakar minyak (BBM) jenis solar bersubsidi itu tidak lagi mencukupi. Jumlah nelayan jauh lebih banyak dari stok solar yang ada setiap bulannya yang didistribusikan Pertamina.

Arifin sudah biasa antre 4-5 hari di APMS. Hasilnya, antara 75-100 liter. Itu jauh yang diharapkan. Jauh dibanding beberapa tahun lalu. Yang tidak perlu mengantre lama. Kalaupun mengantre, hasilnya lumayan. Sesuai dengan BBM yang dibutuhkan, hingga 1 drum atau sekira 200 liter.

Ketua RT 20, Kelurahan Selumit Pantai, Tarakan Tengah itu hanyalah nelayan berskala kecil. Bahkan paling kecil, kata dia. “Cuma nelayan hela. Cari udang-udang,” kata Arifin, kemarin (23/2).

Arifin memegang rekomendasi dari Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan (DPPP) Tarakan. Dokumen itu berfungsi sebagai kartu kendali, di dalamnya mencantumkan identitas sebagai nelayan, kapasitas mesin hingga jumlah jatah. “Jatah 1.000 liter, paling banyak dapat 800 sebulan. Anak saya hanya 400, padahal 900 jatahnya. Itu 5 hari baru turun ke laut. Kayak saya kalau mau ke laut paling sedikit 300 liter,” jelasnya.

“Kadang bisa berhari-hari pergi antre. Pulang dari laut, pergi antre lagi, kami enggak gosok perahu sudah. Dulu dapat 1 drum sehari, itu lumayan. Sekarang cuma 100. Sekarang di APMS, ada juga mobil mengantre. Pernah kami kasih tahu (Pemkot). Katanya kalau ada pembuktian. Nah, kita ada pembuktian, capek juga rapat,” kisah Arifin lagi.

Menurut Arifin, jumlah BBM subsidi yang didistribusikan Pertamina tidaklah mencukupi kebutuhan seluruh nelayan. “Di APMS Dahlia, Lingkas Ujung. Biasa masuk 8 ton, baru banyak rekomendasi yang dilayani, memang enggak cukup minyaknya. Pernah saya dapat tidak sampai 100 liter. Maunya Pertamina tambah jatah di APMS. Karena rekomendasi semakin banyak,” sarannya.

Kebijakan APMS, melayani seluruh rekomendasi dengan membagi stok BBM yang ada, nilai dia, sudah baik. “Supaya enggak ada dikecualikan. Cuma kalau rapat, katanya Pertamina, Pemkot cukup minyak, lebih minyak. Enggak tahu lebihnya di mana? Buktinya kita masih mau, minyak sudah tidak ada. Sekarang ini, bulan dua (Februari) ini sudah habis, berarti kami ini menunggu Maret lagi,” jelas Arifin.

Beberapa kali Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tarakan turun melakukan inspeksi mendadak (sidak). Kondisinya tidak berangsur. Antrean masih panjang. “Kalau kurang, biasa ada teman baik hati, bisa bagi. Kalau yang enggak turun, kami pinjam. Sebulan cuma bisa tiga melaut. Kalau saya ini nelayan paling kecil sudah. Paling banyak sekali turun bawa 300 liter. Kalau tiga kali seminggu, membutuhkan minyak 1.000 liter. Kalau dapat 600-700, dua kali saja turun sebulan,” terangnya.

Penilaian lain Arifin, mengenai rekomendasi tidak lagi dikontrol dinas terkait. Misalnya, pemegang rekomendasi dibagi sesuai zonasi. “Di Dahlia (APMS) sekarang banyak orang yang dulunya bukan di situ, sekarang bertambah, padahal itu orang lama. Saya masuk Tarakan tahun 1993, bawa speedboat, jadi sopir. Ketika banyak kejahatan muncul, saya balik haluan, beli domfeng. Sekali melaut, ada saja bisa dimakan. Dulu minyak lancar. Akhir-akhir ini sudah tidak lancar. Ini baru merasakan penderitaan. Antre terus, enggak ada yang urus perahu, gosok dan sebagainya,” keluh dia.

Suaib, nelayan dari RT 17, Lingkas Ujung juga mengakui hal yang sama. BBM sulit. Jauh dari jatah yang tertulis dari rekomendasi. Belum genap jatah, stok BBM di APMS sudah tidak ada.

Ia juga menyayangkan surat rekomendasi dari DPPP yang hany berlaku 3 bulan. Menurutnya itu waktu yang singkat, dan sedikit menyulitkan. “Kalau menurut saya diperpanjang saja menjadi setahun atau paling tidak 6 bulan. Supaya enggak bolak-balik. Itu setiap kali mengurus, macam-macam juga dibawa. KTP, pas kecil, dan ada beberapa dokumen lain. Bagi kami 3 bulan itu sebentar saja, tidak terasa. Kalau sudah habis masa berlakunya, yah harus balik lagi ke Perikanan (DPPP),” jelas dia..

“Saya sudah 25 tahun menjadi nelayan, usia sekarang 50 lebih. Dari sejak menjadi nelayan, baru sekarang BBM susah begini. Mesin-mesin kami ini kan pakai solar. Kalau enggak solar, yah enggak bisa melaut,” imbuhnya.

Dari 1.200 liter jatah dalam rekomendasi, paling banyak yang bisa didapat setiap bulannya hanya 1.000 liter. “Kalau BBM lancar, enak juga melaut. Ini orang mau bekerja, melaut, tapi tidak ada minyak. Itu saja masalahnya,” urainya.

Kendati telah dibahas bersama dengan seluruh instansi terkait dalam beberapa kesempatan, Ketua Fraksi Hanura DPRD Tarakan H. Rusli Jabba menilai permasalahan berlarut karena permasalahan di lapangan tidak diselesaikan lebih cepat.

“Sekarang yang terjadi banyak APMS dan juga SPBU, tetapi jatah berkurang. Dulu, APMS dan SPBU tidak banyak, tapi jatah banyak. Itu yang menjadi pertanyaan. Kalau minyak cukup, tidak mungkin antre lama,” ujarnya.

Halaman:

Editor: kalpos123-Azward Kaltara

Tags

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X