Perusahaan Bermasalah, Pekerja Jadi Korban, Urusan Gaji Mandek Merembet ke Rumah Tangga

- Senin, 25 Juli 2022 | 12:56 WIB
MENGANGGUR: Para pekerja PT. Sultan Rafli Mandiri saat berada di barak. Mereka terpaksa mengganggur karena perusahaan tempat mereka bekerja disegel polisi. Bahkan mereka juga belum terima gaji selama tiga terakhir. (ARIEF NUGROHO/PONTIANAK POST)
MENGANGGUR: Para pekerja PT. Sultan Rafli Mandiri saat berada di barak. Mereka terpaksa mengganggur karena perusahaan tempat mereka bekerja disegel polisi. Bahkan mereka juga belum terima gaji selama tiga terakhir. (ARIEF NUGROHO/PONTIANAK POST)

“Tolong lah kami pak” kalimat itu tak henti-hentinya terucap dari bibir para pekerja tambang emas PT. Sultan Rafli Mandiri (SRM), di Desa Nanga Kelampai, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Lebih dari tiga bulan lamanya, para pekerja belum menerima upah. Lantas bagaimana nasib mereka?

Arief Nugroho, Tumbang Titi

Desa Nanga Kelampai, Kecamatan Tumbang Titi, sejak dulu terkenal kaya akan sumber daya alam. Terutama logam mulia atau emas. 

Berdasarkan informasi, bahkan, jauh sebelum ada perusahaan tambang, desa ini sudah menjadi lokasi penambangan emas secara tradisional. Tidak hanya oleh masyarakat setempat, tetapi juga dari luar Kalbar.

Tidak heran jika lokasi penambangan ini kerap menjadi rebutan, terlebih saat lokasi itu dikuasai PT. Sultan Rafli Mandiri (SRM). Mulai dari sengketa lahan, legalitas hingga persoalan ketenagakerjaan.

Selama ini perusahaan dengan Penanaman Modal Asing (PMA) itu kerap merekrut warga asing atau Tenaga Kerja Asing (TKA) sebagai tenaga ahli. Sementara hanya sebagian kecil warga lokal dan warga pendatang yang direkrut sebagai pekerja.

Tugas dan peran mereka pun berbeda. Untuk warga lokal atau pendatang, mereka direkrut sebagai buruh di luar pengoprasian tambang dengan gaji atau upah harian. Seperti membuat bangunan penginapan atau Mess karyawan, pagar pembatas, bagian logistik, transporter (sopir) dan lainnya.

Setiap bulan mereka menerima gaji antara Rp. 3,5 juta hingga Rp.5 juta. Tergantung posisi pekerjaannya. Tukang bangunan misalnya, dibayar harian. Sehari mereka digaji antara Rp100 ribu hingga 150 ribu. Sedangkan pengawas Rp4,5 juta per bulan. Sedangkan sopir digaji Rp3 juta ditambah uang operasional.

Sementara tenaga kerja asing (TKA) direkrut sebagai pekerja khusus di bagian pabrik dan penggalian tambang. Gajinya dibayar langsung ke rekening penyalur di China.

Saat ini lebih dari 100 orang TKA yang dipekerjakan di perusahaan tambang emas itu. Sedangkan untuk karyawan di luar pabrik ada sekitar 50 an orang yang berasal dari berbagai daerah. Mulai dari NTT, Jawa Tengah, Jawa Timur dan daerah lain di Indonesia.

SRM kini sedang menghadapi masalah. Aktivitas pertambangan tidak bisa beroperasi lantaran disegel polisi. Akibatnya pun berimbas pada seluruh karyawan. Sudah lebih dari tiga bulan mereka tidak menerima gaji.

Martinus Lawe adalah satu diantaranya. Pria asal Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu belum menerima gaji selama tiga bulan. “Kami sudah tiga bulan belum terima gaji. Alasan perusahaan karena pabrik tidak bisa beroperasi karena telah disegel polisi,” kata pria yang sudah bekerja sejak tahun 2019 itu.

Menurutnya, pabrik sempat dibuka selama enam hari. Hanya saja, polisi kembali datang dan melakukan penyegelan. “Kemarin sempat dibuka selama enam hari. Terus datang lagi polisi. Terus disegel lagi. Kami tanya ke perushaaan, kenapa ini disegel? Bilangnya tidak tahu. Padahal dari SDM sudah ada surat pembukaan segel. Kalau disegel begini, kami mau makan apa pak? Sedangkan bos bilang, tunggu buka. Terus kapan mau dibuka? Kasian kami ini pak. Disuruh makan di kantin, tapi beras datang 2-3 karung. Kami, manusia di sini tidak sedikit. Banyak, ada ratusan,” beber Martinus. 

“Kalau pun mau tutup ya tutup saja. Biar kan kami cari pekerjaan lain. Gara-gara belum dibayarkan gaji ini, saya harus pisah dengan istri. Istri saya pulang ke Jawa,” sambungnya seraya mengeluh.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Dua Desa di Kabupaten Kapuas Hulu Dilanda Gempa

Kamis, 21 Maret 2024 | 22:06 WIB
X