Operasi Senyap di Kawasan Konservasi

- Rabu, 30 Desember 2020 | 22:11 WIB
TERUS TERULANG: Penambangan batu bara yang diduga masuk kawasan Tahura Bukit Soeharto, Samboja. Diabadikan pada Sabtu (26/12). Secara administrasi berada di Kelurahan Sungai Merdeka. (KP)
TERUS TERULANG: Penambangan batu bara yang diduga masuk kawasan Tahura Bukit Soeharto, Samboja. Diabadikan pada Sabtu (26/12). Secara administrasi berada di Kelurahan Sungai Merdeka. (KP)

Pemindahan ibu kota negara (IKN) di Kaltim dimanfaatkan oleh sejumlah oknum untuk mengeruk keuntungan. Namun dengan cara ilegal. Salah satunya dengan menambang batu bara.

 

SAMBOJA Andi Setiawan mendadak bingung, Sabtu pekan lalu (26/12). Air Sungai Merdeka, Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara (Kukar) yang dia tahu selama ini jernih terlihat keruh siang itu. Dari balik kaca mobil, dia terus mengamati air yang berwarna kecokelatan. Sudah berbulan-bulan dia tidak ke kecamatan pesisir Kukar tersebut.


Air itu diketahui menjadi sumber bahan baku utama bagi PDAM Samboja. Yang mengaliri ke sebagian warga Samboja yang berpenduduk sekitar 63.736 jiwa (Samboja dalam Angka 2019, BPS Kukar) itu.

Mengutip dari Analisis Kebutuhan Air Bersih Instalasi Pengolahan Air (IPA) PDAM Samboja milik Irna Hendriyani dkk disebut Sungai Merdeka memiliki debit air sekitar 200 liter per detik. Di mana IPA mampu memproduksi air tersebut sekitar 50 liter per detik. Atau menghasilkan air bersih sekitar 2.559,5 meter kubik setiap harinya.

Namun, melihat air yang begitu keruh, Andi bergumam. “Bagaimana caranya PDAM mengolah air itu.” Keruhnya air Sungai Merdeka siang itu bisa terjadi karena berbagai faktor. Salah satunya pengupasan lahan ditambah kawasan sekitar usai diguyur hujan. Akibat daerah resapan air yang berkurang, air meluncur langsung ke sungai.

Andi resah dengan maraknya penambangan batu bara di sekitar Sungai Merdeka. Dia menuding, aktivitas itu jadi salah satu penyebab. Apalagi tak jauh dari Jembatan Sungai Merdeka terdapat penambangan batu bara. Bahkan jaraknya juga dekat dengan kuburan muslim. Tambang tersebut ditengarai turut menyumbang keruhnya air.

Media ini kemudian menelusuri adanya penambangan emas hitam di sekitar Sungai Merdeka hingga yang masuk kawasan Taman Hutan (Tahura) Raya Bukit Soeharto, Samboja.

Mengendarai mobil, Kaltim Post melaju di Jalan Soekarno-Hatta, poros Balikpapan-Samarinda. Tepat di Kilometer 45, media ini masuk ke sebuah perkampungan warga. Jalannya mulus. Berupa cor beton selebar sekitar 4 meter. Melintasi underpass Jalan Tol Balikpapan-Samarinda. Secara administrasi masuk kawasan Kelurahan Sungai Merdeka.

Sepanjang jalan masuk, terdapat beberapa titik bekas tambang batu bara. Perusahaan meninggalkan lubang. Berjalan sekitar 8 kilometer dari jalan poros, media ini menemukan adanya lubang tambang. Dari kejauhan, diduga masih baru dikupas.

Ada beberapa titik lubang di sekitar pit tambang baru tersebut. Dari jalan cor beton yang dilintasi media ini ke lokasi pit berjarak sekitar 2 kilometer. Lantaran tak ada akses, koran ini akhirnya menerbangkan drone untuk melihat dekat aktivitas penambangan.

Dari foto udara terlihat ada satu ekskavator. Namun tidak beraktivitas. Diduga karena paginya hujan, kegiatan siang itu belum berjalan. Tak cukup di situ, media ini mencoba mencari jalan untuk mendatangi langsung lokasi tambang tersebut.

Jalan lain yang bisa ditempuh adalah lewat kawasan Dusun Lampe, Kelurahan Sungai Seluang, Samboja. Berbekal informasi dari warga sekitar, media ini mendapati lokasi tambang tersebut. Namun sebelumnya mesti melewati jalan yang rusak hingga jalur hauling batu bara milik sebuah perusahaan.

Keluar dari jalur hauling itu, terlihat lahan yang baru dikupas. Ada dua ekskavator yang tengah bekerja. “Operasi senyap” itu membuat bukit menjadi rata. Bahkan terdapat lubang-lubang bekas ditambang. Terlihat tumpukan batu bara yang berhasil diangkat.

Kaltim Post kemudian memperoleh titik koordinat penambangan batu bara tersebut. Meminta bantuan ke pegawai di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, diperoleh data. Tambang tersebut berada di kawasan Tahura Bukit Soeharto. “Ini di perbatasan. Tapi sudah masuk tahura,” tegasnya. Lokasinya dari jalan poros Balikpapan-Handil (Muara Jawa/Kukar), sekitar 6–7 kilometer.

SERING OPERASI

Dikonfirmasi terkait penambangan di kawasan hutan konservasi itu, Kepala UPTD Tahura Rusmadi mengakui memang marak terjadi. Terkait temuan media ini, pihaknya akan mengecek lokasi tersebut.

Namun yang mesti diketahui, kata dia, pihaknya selama ini sudah menggencarkan operasi ke tahura. Bahkan melibatkan berbagai pihak, seperti kepolisian, TNI, dan Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Wilayah Kalimantan. “Tapi tetap saja, tambang ilegal masih marak,” ungkapnya.

Dia mengakui, pemindahan IKN ke Sepaku, Penajam Paser Utara (PPU), dan Samboja, Kukar, memang memiliki beragam dampak. Seperti ada sejumlah warga yang berusaha mengeruk batu bara, sebelum IKN pindah. Bahkan, cenderung berlomba-lomba meski menabrak aturan.

Di sisi lain, temuannya di lapangan adalah munculnya sejumlah organisasi massa (ormas). Mereka mengklaim mewakili kesultanan. Mengakui kepemilikan tanah di sekitar IKN. Mereka bikin patok di sana. Padahal, secara administrasi masuk kawasan tahura. “Ini yang susah. Ada saja persoalan di lapangan. Mulai mengklaim lahan hingga tambang ilegal,” tutur dia.

Bahkan, lanjut dia, untuk tambang ilegal petugas kerap kucing-kucingan dengan penambang. “Operasi kami juga kerap bocor sebelum ke lokasi. Saya akan pikirkan metode operasi tahun depan. Mungkin bisa diam-diam,” ucapnya.

Rusmadi mengakui ada kelemahan di lembaganya. Di mana UPTD Tahura tidak memiliki penyidik. Sehingga pihaknya kerap melibatkan Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan. “Kami juga pernah mengajak jaksa. Wartawan juga dilibatkan, biar transparan,” katanya. “Selama tambang legal menampung batu bara ilegal, maka susah memberantas tambang ilegal,” sambungnya.

Maraknya tambang batu bara di tahura adalah satu persoalan yang sudah bertahun-tahun sulit dituntaskan. Kasi Wilayah II Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan Annur Rahim menyebut, Gubernur Kaltim Isran Noor mesti turun tangan. “Gubernur punya kewenangan mengundang semua pihak terkait. Mulai kepolisian, Dinas ESDM Kaltim, TNI, dan termasuk kami. Lalu menyelesaikan perkara ini secara komprehensif,” ucapnya.

Dia mengakui, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) telah diberlakukan. Kini, segala perizinan terkait penambangan batu bara diambil alih pusat. Meski demikian, gubernur berhak mengatur daerahnya. Gubernur juga representatif pemerintah pusat di daerah.

Dia punya formula untuk memutus rantai tambang ilegal. Yakni mengusulkan Kementerian ESDM atau Dinas ESDM Kaltim untuk ketat mengawasi perihal deposit batu bara.

Di mana dari deposit batu bara itu, pemerintah bisa mengetahui asal usul emas hitam di stockpile. Sehingga bila melebihi deposit, bisa dipastikan perusahaan menerima batu bara dari luar konsesi. “Kementerian ESDM dan Dinas ESDM Kaltim hendaknya fokus mengawasi asal usul batu bara di stockpile,” tegasnya. (rom/k8)

Editor: Wawan-Wawan Lastiawan

Tags

Rekomendasi

Terkini

PLN dan PWI Kalteng Gelar Donor Darah

Kamis, 29 Februari 2024 | 10:23 WIB
X