Menakar Peta Jalan Pendidikan 2020-2035

- Sabtu, 13 Maret 2021 | 12:19 WIB
Penulis: Edi Siswantto, M.Pd
Penulis: Edi Siswantto, M.Pd

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meluncurkan Peta Jalan Pendidikan 2020-2035. Menurut peta ini, dirumuskan dalam rangka untuk memudahkan pengejawantahan salah satu tujuan nasional dalam Pembukaan UUD NKRI Tahun 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

========================
Oleh: Edi Siswantto, M.Pd
Guru dan Pegiat Literasi Batola
========================

Terkait dengan Peta Jalan Pendidikan 2020-2035, melalui pelaksana tugas (plt) Kepala Biro Kerja Sama dan Humas Kemendikbud, Hendarman, disebutkan sejauh ini hanya ada satu rancangan atau draf Peta Jalan Pendidikan yang sudah pernah dibuat dan dokumen tersebut bukanlah dokumen final. Karenanya ini masih terus disempurnakan dengan mendengar dan menampung masukan, serta kritik membangun dari berbagai pihak.

Yang menjadi persoalan, masalah ini menuai sorotan dari berbagai kalangan. Seperti hilangnya frasa agama. Hilangnya frase agama ini dipandang oleh berbagai kalangan tidak selaras dengan konstitusi pendidikan nasional, seperti Peraturan Pemerintah, UU Sisdiknas maupun UUD 1945 yang menjadi pedoman dalam membuat kebijakan.

Di dalam visi Pendidikan Indonesia 2035 menyebutkan, “Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.”

Tentu visi ini terkesan tidak senapas dengan UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003 yang menyatakan dengan tegas bahwa dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat 1 secara eksplisit menyatakan bahwa dalam penyelenggraan pendidikan haruslah memiliki kekuatan spiritual keagamaan. Sedangkan dalam pasal 2 secara eksplisit juga menyatakan dalam rangka menghadapi tuntutan zaman, penyelenggraan pendidikan nasional harus berakar dari nilai-nilai agama.

Melalui UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003, pendidikan nasional selama ini telah berkomitmen menjadikan agama sebagai spirit dan standar dalam penyelenggaraaan pendidikan. Secara tegas juga menyatakan bahwa agama menjadi sandaran umumnya, serta menjadi akar dari kekuatan pendidikan nasional. Inilah nilai karakter khas pendidikan kita yang tentunya harus tetap dijaga dan terus diupayakan untuk bisa diimplementasikan secara optimal dalam penyelenggraan pendidikan, mengingat masih banyak nilai-nilai agama yang belum diimplemantasikan dalam kurikulum pendidikan kita.

Tujuan pendidikan nasional sebagaimana tertuang dalam UU Sisdiknas yang tersurat, juga menyatakan ingin mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab. Maka eksistensi pendidikan agama menjadi penting dan wajib untuk diselenggarakan secara sistematis dan masif dalam kurikulum pendidikan.

Keberadaan agama dalam mewujudkan generasi pendidikan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, tidak bisa digantikan dengan pendidikan akhlak mulia yang bersumber dari nilai budaya, sebagaimana yang tercantum dalam draf Peta Jalan Pendidikan di dalam visi pendidikan Indonesia 2035. Mengingat nilai budaya itu akan cenderung dipengaruhi dari kondisi sosial setempat, sementara keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa meniscayakan pengetahuan dan pemahaman yang baku dari konsep nilai-nilai ajaran agama itu sendiri yang tentunya bersumber dari wahyu Tuhan.

Agama haruslah ditempatkan sebagai pilar utama pendidikan yang akan menjadikan pendidikan ini tetap kokoh dengan nilai yang khas sebagai bangsa yang luhur. Keberadaan agama akan menjadi petunjuk dalam membesarkan generasi-generasi pendidikan, terlebih di tengah tantangan kehidupan yang semakin global. Kalau tidak disikapi dengan tepat, justru akan berpotensi melahirkan generasi pendidikan yang gagal, terjerumus dalam narkoba, free sex, alay, maupun gaya hidup yang tidak mencerminkan kultur bangsa yang beradab dan beragama.

Dengan menjadikan nilai agama sebagai tujuan umum pendidikan, akan semakin menegasikan bahwa pendidikan di negeri ini tidak sekadar ingin melahirkan generasi-generasi pendidikan yang cakap dalam penguasaan ilmu dan teknologi sebagaimana tujuan pendidikan di negara-negara barat, namun pendidikan di negeri ini justru memiliki tujuan lebih dari itu, yaitu generasi pendidikan yang tumbuh dengan pemahaman dan penguasaan agama yang memadai. Sehingga mampu menghadapi dampak buruk dari globlalisasi hingga generasi pendidikan memiliki satu acuan yang kuat dan baku dalam mengantarkanya menjadi generasi unggul dalam penguasaan ilmu pengetahuan, serta memiliki ketaaan kepada agama.

Penghilangan frasa agama dikhawatirkan mengubah arah dan tujuan pendidikan nasional yang selama ini dijalankan. Frasa agama ini sangat penting keberadaanya dalam Peta Jalan Pendidikan Indonesia, karena akan memastikan dan menegaskan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan nasional, agama sebagai spiritnya, sementara guru dan sekolah sebagai pelaksananya. Hal ini penting bagi pelaksana karena akan menjadi dasar legal formal dalam pelaksanaan di lapangan.

Hilangnya frasa itu juga dikhawatirkan berpotensi terjadi penyimpangan nilai-nilai agama dalam penyelenggaraan pendidikan di berbagai daerah, mengingat yang menjadi acuan adalah nilai budaya yang sangat dimungkinkan adanya pertentangan dengan nilai agama.

Karena itulah, pendidikan harus tetap menjadikan agama sebagai satu sandaran dalam penyelenggaraan. Jangan sampai pendidikan terlampau jauh masuk ke dalam sistem pendidikan yang sekuler sebagaimana negara-negara barat yang hanya mengejar penguasaan ilmu dan teknologi, sementara menyesampingkan keberadaan agama dan mengganti perannya dengan nilai budaya setempat.

Halaman:

Editor: miminradar-Radar Banjarmasin

Tags

Rekomendasi

Terkini

X